-->

Search News

News

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

Video

Nasional

Pariwisata

Life & style

Musik & Film

Profile

Model & Fashion



Luthfi Yazid dan DePA-RI

 



_Oleh: Syaefudin Simon_


Bekasi - Lama tidak bertemu muka dengan teman akrabku di "udara" Dr. TM. Luthfi Yazid, SH, LLM -- tetiba aktivis Kampus Biru itu mengundangku ke kantor barunya di kawasan Pasar Rebo, Jaktim. Begitu tiba di kantornya, aku kaget. Wow. Betapa anggun kantornya.


"Central office" Luthfi Yazid (LY) berupa bangunan mirip rumah elegant tiga lantai di Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang. Luasnya sekitar 1000 meter persegi. Di belakang kantor ada taman dan kolam renang. Lantai tiga disediakan untuk santai dan "ahli hisap kronis" yang mulutnya terus berasap.


Di sisi kanan depan rumah ada tembok tinggi yang di tengahnya ada tulisan gagah: JILO Building. Di bawah deretan kata JILO Building, terdapat dua logo dengan kumpulan kalimat mentereng. Pertama, Jakarta International Law Office (JILO). Kedua, DPP DePA-RI (Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia) yang ditulis melingkar. Di tengah lingkaran ada gambar timbangan dan tulisan Justitia Omnibus yang artinya “keadilan untuk semua” (justice for all).


"Tulisan DePA-RI itu sengaja pakai strip. Bacanya jangan Depari, tapi De Pa Er I.", jelas TM Luthfi Yazid. “Kalau dibaca Depari nanti seperti nama marga di masyarakat Batak Karo”.


Batinku pasti ada keterkaitan, atau networking antara JILO dan DePA-RI. Ternyata dugaanku benar. Advokat yang pernah menjadi tim lawyer capres Prabowo Subianto tahun 2019 dan Ganjar Pranowo 2024 ini menyatakan dibentuknya JILO dan DePA-RI adalah untuk mengembalikan marwah hukum, baik di level nasional maupun internasional.


Indonesia sudah dikuasai kleptokrasi. Istilah Mahfud MD, Indonesia ini sudah jadi negara maling. Parahnya yang dicuri maling bukan hanya materi, tapi juga konstitusi. Bila demikian, pinjam istilah Didi Kempot, Indonesia sudah ambyar.


Demokrasi ambyar, konstitusi ambyar, dan hukum ambyar. Pemilu dan Pilpres baru lalu adalah pertunjukan "ambyaritas" konstitusi dan hukum di negeri ini. Mengerikan!


Dari keprihatinan kondisi negeri yang ambyar ini, pakar hukum konstitusi idealis TM Luthfi Yazid bersama rekan-rekannya mendirikan organisasi advokat baru. Namanya Dewan Pergerakan Advokat Republik Indonesia (DePA-RI).


DePA-RI hadir, ujar Luthfi Yazid yang pernah jadi peneliti dan dosen mengenai Comparative Dispute Resolution (Perbandingan Penyelesaian Sengketa) di Gakushuin University, Tokyo itu, mengusung tekad kuat untuk mengangkat kembali marwah advokat sebagai profesi mulia atau officium nobilee (noble profession). Yaitu profesi yang memiliki tanggung jawab besar dalam menegakkan supremasi hukum yang berkeadilan di Indonesia.


Dengan motto "Justitia Omnibus" -- yaitu keadilan untuk semua -- DePA-RI berkomitmen: setiap lapisan masyarakat, siapapun itu, berhak mendapatkan keadilan yang layak.


“Lahirnya DePA-RI diharapkan memberikan warna lain di tengah banyaknya sinisme kepada para advokat di Tanah Air, yang sering disamakan sebagai profesi yang hanya mencari duit dengan kehidupan yang gemerlap, namun tidak bersuara saat terjadi penindasan, kedzaliman serta penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan,” katanya. Ia berjanji selama memimpin DePA-RI, tidak akan pernah bersikap partisan. Tapi tetap akan independen, berdiri di atas semua golongan dan berpijak pada nilai kebenaran dan keadilan.


"Sekali lagi, aku akan berada di tengah bersama rakyat pencinta kebenaran dan keadilan, tidak ke kanan, tidak ke kiri, tidak akan membedakan suku, agama, ras, serta perbedaan pandangan politik," kata LY. DePA-RI akan tetap mengawal profesi advokat dan bersikap sesuai hati nurani, akal sehat, berpijak pada Pancasila dan UUD 1945.


Luthfi berharap dengan paradigma "Justitia Omnibus" -- kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan profesi advokat dapat tumbuh kembali. DePA-RI bersama masyarakat akan menjaga marwah hukum. 


 "Masyarakat akan terpanggil untuk berperan aktif dalam mewujudkan kepastian hukum yang adil, sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945," ujar Luthfi, alumnus UGM Yogya dan Warwick University, Inggris itu.


Luthfi prihatin, akibat rusaknya hukum di Indonesia, profesi advokat sering kali dipandang sebelah mata. "Advokat dinilai kurang peka terhadap perjuangan demokrasi dan cita-cita negara hukum. Padahal, banyak tokoh bangsa yang merupakan advokat dan memiliki peran besar dalam pembentukan negara ini," lanjutnya. Luthfi menyebut nama-nama besar seperti Mr. Moh. Yamin, Mr. Soepomo, dan Mr. Kasman Singodimedjo sebagai contoh advokat yang berperan penting dalam sejarah.


Sebagai organisasi yang baru berdiri, DePA-RI telah mendapatkan pengakuan dari negara melalui Surat Keputusan Menkumham RI Nomor AHU 0006921.AH.01.07 Tahun 2024. Organisasi ini akan bahu-membahu dengan seluruh elemen bangsa untuk menegakkan keadilan dan membela mereka yang lemah.


"Tugas kami sangat besar dalam memperjuangkan keadilan, khususnya bagi mereka yang kurang berdaya," ujar Luthfi, yang dikenal karena perjuangannya membela korban penipuan umroh First Travel. LY bercerita, waktu membela ribuan jamaah umroh yang ditipu First Travel, ia mau disogok sekian milyar atau kongkalikong “merekayasa” asset restaurant First Travel di London, tapi ia menolaknya mentah-mentah. 


"Jelas aku tolak. Aku membela kebenaran dan keadilan. Bukan penadah suap," ujar LY keras. Pihak yang mau nyuap Luthfi pun malu sendiri. LY pun bersuara keras saat asset First Travel disita dan dikembalikan kepada negara, sebab asset First Travel tersebut bukan uang korupsi tapi uang jamaah yang dikumpulkan susah payah oleh mereka.


Tapi, hal semacam itu sering terjadi. Bahkan dianggap sebagai hal yang wajar. Padahal, akibat hukum yang bisa dibeli itu, langit bisa runtuh. Bila hukum dirusak, semua gaya di semesta seperti gravitasi dan daya tarik proton elektron akan rusak. Dampaknya, seperti kata Sayyidina Ali, alam pun akan runtuh.


Nabi Muhammad menyatakan, malu adalah bagian dari iman. Di Indonesia, kata Luthfi, rasa malu itu sudah hilang. Di Jepang, jika orang korupsi atau melanggar hukum, rasa malunya demikian besar, hingga melakukan harakiri atau sempuku ( bunuh diri).


Secara syariat Islam harakiri dan sempuku haram, tapi itulah cermin besarnya tanggungjawab manusia Jepang terhadap tegaknya kebenaran dan keadilan. Kini Jepang tercatat sebagai negeri paling bersih, jujur, dan pajabatnya punya integritas yang tinggi dalam membela keadilan.


Pria yang pernah "berguru" pada legenda hukum almarhum Dr. Adnan Buyung Nasution, SH, ini mengaku sewaktu tinggal di Inggris dan Tokyo sering menangani kasus yang menimpa WNI. Belum lama ini, ada ratusan WNI yang tertipu agen tenaga kerja di Jepang! Dan JILO dan DePA-RI diminta KBRI di Jepang untuk menangani kasus hukum tersebut.


Kepada advokat muda yang tergabung di DePA-RI LY mengingatkan, agar selalu berpikir benar, berkata benar, dan bertindak benar. Jangan main-main dengan hukum. Hukum adalah fondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika hukum rusak, semuanya akan rusak. Semesta pun rusak. Karena itu Tuhan sangat murka terhadap perusak hukum. (*)


_Penulis adalah kolumnis berbagai media massa, mantan editor Harian Republika, anggota PPWI Bekasi_

Kantor PWI Pusat Dijaga Gerombolan Bertampang Debt Collector, Siapa Mereka?


Jakarta - Peristiwa mengejutkan terjadi di kantor PWI Pusat ketika Atal S. Depari, mantan Ketua Umum PWI Pusat periode 2018-2023, tidak diizinkan oleh segerombolan orang tak dikenal  untuk memasuki kantor sekretariat PWI Pusat yang terletak di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih No. 34, Jakarta Pusat. Kejadian pada Kamis (26 September 2024) ini langsung mengundang perhatian berbagai pihak yang menilai tindakan tersebut sangat memprihatinkan.


Atal, yang dikenal memiliki jasa besar dalam memajukan pers di Indonesia, diperlakukan dengan semena-mena oleh Dadang Rahmat beserta sekelompok orang yang digambarkan bertampang seperti debt collector. Muncul pertanyaan besar di kalangan masyarakat mengenai siapa sebenarnya kelompok ini, dan apa motif di balik aksi tersebut.


Beberapa pengamat menyatakan bahwa kejadian ini tidak lepas dari dinamika internal di tubuh PWI, terutama terkait loyalis Hendri Ch Bangun. Hendri, mantan Ketua Umum PWI Pusat, baru-baru ini diberhentikan secara permanen keanggotaannya oleh Dewan Kehormatan PWI Pusat akibat pelanggaran serius yang dia lakukan selama beberapa bulan menjabat.


Pelanggaran tersebut terkait dengan dugaan penyalahgunaan dana alias korupsi dan/atau penggelapan dana hibah BUMN yang diberikan ke organisasi wartawan itu. Dalam kasus ini, diketahui bahwa dedengkot koruptor PWI Hendry Ch Bangun bersama kroconya telah mengembalikan dana yang ditilap mereka sebesar Rp. 1,7 miliar. Periaku koruptif inilah yang akhirnya memicu konflik di antara anggota organisasi tersebut.


Tindakan pengamanan ketat yang melibatkan gerombolan preman bertampang seperti debt collector ini memicu spekulasi lebih lanjut. Banyak pihak menduga bahwa mereka adalah bagian dari upaya untuk melindungi kepentingan tertentu dalam tubuh PWI, terutama yang terkait dengan konflik internal antara loyalis Hendri dan pihak Atal bersama Ketua Umum PWI hasil KLB, Zulmansyah Sekedang.


Kasus ini terus menarik perhatian publik, sementara berbagai pihak meminta klarifikasi lebih lanjut dari PWI Pusat terkait keterlibatan kelompok ini dan konflik internal yang terjadi. Persoalan ini dinilai semakin merusak citra organisasi wartawan tertua di Indonesia tersebut.


Banyak pihak yang mempertanyakan sikap Dewan Pers terkait kemelut yang terjadi gedung tempat para konstituen Dewan Pers berkantor.


Sebagai pengetahuan bagi publik, dedengkot koruptor PWI Hendry Ch Bangun saat ini sedang dalam proses penyelidikan oleh Bareskrim Polri atas beberapa laporan masyarakat terkait dugaan pengemplangan uang rakyat dana hibah BUMN. Selain ke Mabes Polri, Hendry bersama tiga orang pengurus lainnya, Sekjen Sayid Iskandarsyah, Wabendum Muhammad Ihsan, dan Direktur UMKM PWI Syarief Hidayatullah, juga dilaporkan ke KPK atas dugaan penerimaan suap dan atau korupsi dana hibah BUMN dimaksud.


Pengurus pusat PWI hasil KLB juga telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Presiden dan ribuan lembaga/instansi tujuan surat lainnya, termasuk ke media-media se-Indonesia tentang kepengurusan PWI Pusat yang baru periode sisa 2023-2028. Dengan beredarnya surat pemberitahuan tersebut, semua pihak mengetahui bahwa kepengurusan Hendry Ch Bangun telah dinyatakan tidak sah.


Beberapa kalangan mengharapkan agar persoalan PWI segera tuntas dan tidak menjadi beban bagi para pekerja media. Oleh karena itu peran Pemerintah, Aparat Penegak Hukum, dan semua pihak terkait sangat penting untuk ikut menyelesaikan konflik internal PWI yang dipicu oleh kasus dugaan penggelapan dana hibah BUMN oleh oknum Hendry Ch Bangun cs. (TIM/Red)