Suriantama Nasution (kiri) kuasa hukum dan IB Suryahadi kanan |
DENPASAR - Banyak dugaan bahwa bank-bank itu terkadang tidak benar-benar memperjuangkan hak nasabah. Ada aduan dari seorang nasabah (kreditur) sebuah bank BUMN bernama Dr. IB Suryahadi, Sp.B., menyebutkan telah dirugikan.
Ia menceritakan bahwa dirinya mengalami situasi dimana adanya beberapa kejanggalan yang berujung pada hilangnya aset yang dimilikinya.
" Pengajuan kredit saya senilai 15 Milliar dengan 3 jaminan, villa saya, rumah saya ini dan di rumah Renon, " ucapnya, Rabu (18/10/2023).
" Tetapi akad kredit yang dibacakan rumah saya yang di Renon yang saya ganti rumah di Gunung Catur, ya salah ini saya ganti (menceritakan ucap lawan bicara). Dan itu tidak dijelaskan kreditnya bagaimana, cuma ini akan dipotong langsung auto debet, " keluhnya kepada awak media.
Keluhnya kembali belum genap 1 bulan sudah mendapatkan potongan secara auto debet pokok dan bunga. Dikatakannya bahwa ia menandatangini akad kredit itu di tanggal 27 September ini baru tanggal 5 oktober, dijawab pihak bank itu sudah system.
" Bahkan petugas pajak juga sempat menanyakan sejumlah uang besar yang ada di rekening dan saya menunggu akte kredit belum juga saya dapatkan, saya dapatkan melalui pdf "
" Saya tanyakan ke Notaris, dijawab sudah diserahkan semuanya ke bank, ini buat saya curiga, ini ada sesuatu akte kredit saya tidak diberikan "
" Sampai saat ini hanya itu saja loh yang saya pegang, melalui somasi saya minta, tidak pernah dikasih, " jelasnya.
Pada awal Oktober 2018, ia menceritakan bahwa dirinya mengalami kesulitan yang melanda usahanya karena kondisi tamu dari mancanegara tidak bisa datang untuk berobat. Cancel semua karena kondisi Bali saat itu tidak baik, sehingga dirinya mengajukan keringanan kepada Bank Mandiri.
Pihak Bank memberikan solusi dengan skema restrukturisasi kredit, dengan meminta setoran 250 juta, yang mana setiap bulan akan dipotong 50 juta sebagai cicilan perbulan, setidaknya selama 5 bulan kedepan.
Pihak nasabah menyetor dana 250 juta pada bulan 14 Februari 2019.
Saat itu dari pihak Bank memberikan print out dari data out standing dan meminta pembayaran dana tiap bulan disetorkan melalui rekening GNC (Giro Non Customer)
Tetapi pada bulan Maret 2019, ternyata jumlah dana yang dipotong menjadi 146 juta, dengan alasan ada dana appraisal, biaya restrukturisasi, tunggakan bunga dan kekurangan bayar cicilan sebelumnya yang saat pertemuan sebelumnya tidak disampaikan pihak Bank ke nasabah.
Tetapi nasabah tetap meneruskan pembayaran cicilan setiap bulan ke pihak Bank melalui aplikasi Living Mandiri dan mengirim screen shoot bukti transfer setoran kepihak Bank sebagai tanda bukti.
Pada bulan September 2019, pihak nasabah dipanggil pihak Bank Mandiri untuk bertemu dengan pejabat Bank Mandiri cabang Gajah Mada, disana disampaikan bahwa status subjek jaminan akan dilelang (villa) karena sudah masuk coll 5, dan hanya diberi waktu 2 minggu jika ingin menyelesaikan pembayarannya.
Hal ini dibuktikan saat nasabah meminta data catatan rekening Banknya dibuka dengan disaksikan oleh pihak Bank Mandiri.
Hal yang juga mengherankan, nasabah tidak pernah dihubungi pihak Bank Mandiri, terkait adanya gagal bayar yang terjadi selama periode tersebut.
Akhirnya villa tersebut dilelang dan terjual dengan harga jauh dibawah harga pasaran yang semestinya.
Hal ini terulang kembali pada jaminan berikutnya, berupa rumah tinggal yang berlokasi di Jalan Gunung Catur Denpasar, dilelang dan terjual dengan harga dibawah harga pasaran juga pada bulan Februari 2020.
Pada bulan Desember 2021, dikeluarkan kembali surat lelang untuk jaminan rumah yang ke 3, saat itu nasabah melalui kuasa hukumnya melakukan perlawanan untuk mencegah agar rumah ini tidak masuk proses lelang, sehingga hingga saat ini proses lelang bisa ditangguhkan.
Nasabah sampai saat ini tetap berusaha berjuang mencari keadilan melalui pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah perbankan ini, tetapi saat ini belum ada titik temu yang bisa memberikan solusi atas ketidakadilan yang nasabah alami.
"Saya sudah dirugikan secara materi, belum lagi kerugian imaterial yang merusak nama baik kami. Saya menuntut keadilan agar ditegakkan, jangan lagi ada kezholiman yang dilakukan oleh oknum yang akan merusak citra perbankan secara keseluruhan," demikian pintanya.
" Betul, proses lelang memang ada prosedurnya, nah penjelasannya harus adanya Wanprestasi disana "
Dikatakan juga disana bahwa kliennya tetap ada membayar disana. Adanya restrukturisasi, reconditioning, dan adanya kondisi yang tidak normal, misalnya darurat kesehatan itu jelas POJK-nya.
" Pandemi ke Endemi juga ada, yaitu darurat ekonomi, inflasi yang tinggi, resesi di beberapa negara dari G20 diaminin menjadi U20, gak bisa dibandingin apel dengan jeruk "
" kita akan bantah itu, " jelasnya, Rabu (18/10/2023).
Disini dirinya melihat bahwa ini bukan wanprestasi melainkan perbuatan melawan hukum.
" Mereka tergiring, aset mereka habis dan tidak ada pertanggungjawaban disini "
Lebih lanjut nilai aset 12 Milliar dihargai menjadi 6 - 7 Milliar, itu kerugian nyata bagi principalnya. Sedangkan aset yang akan dilelang adalah rumah tua dari kliennya. Yang notabene hukum adat di Indonesia ini adalah hukum yang tertinggi ujarnya.
" Rumah tua yang tidak mungkin dialihgunakan, dimana 'sense urgency' Bank Mandiri. Kami akan proses peradilan dan meminta OJK untuk melakukan suspend Bank Mandiri "
" Gak mungkin ada sebuah lembaga keuangan yang katanya sudah terbuka (tbk) melakukan praktik-praktik manipulasi, setidaknya misadministrasi, maladministrasi dan malmanagement ini terjadi disini, kita butuh keyakinan dan keadilan yang diminta oleh principal kita "
" kita tidak mau cerita ini berulang, Kita butuh literasi perbankan, kita butuh keterbukaan dati BUMN yang katanya pakai Akhlak, " pungkasnya.
Sampai berita ini turun, pihak Bank Mandiri belum dapat dikonfirmasi karena hari libur. Rencana awak media akan melakukan konfirmasi kembali. (Ray)