Anak Agung Susruta Ngurah Putra, Tokoh Denpasar dan juga anggota DPRD Kota Denpasar. |
DENPASAR - Tidak menghiraukan peringatan dari pihak Tata Ruang Kota Denpasar yang pada berita yang lalu mengatakan bahwa lokasi ini merupakan kawasan P1 (Pertanian), dilarang membangun.
Berita sebelumnya,
1. Libas Perusak, Jaga Ruang Hijau Denpasar, klik untuk link
2. Pembiaran Terjadi di Wilayah Sedap Malam Renon, Bangunan Liar Rusak Jalur Hijau, Klik untuk link
Disana diterangkan bahwa PUPR sudah melayangkan Surat Peringatan (SP) ke 3, dan menyerahkan hal itu kepada SatPol PP Kota Denpasar untuk menindak.
Kejadian ini sebenarnya menampar pemerintah Kota Denpasar dalam menjaga kelestarian Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang sangat berguna untuk kehidupan masyarakat Kota Denpasar, baik sisi kualitas udara, penghijauan, air tanah (resapan) dan pangan.
Menghubungi AA. Susruta Ngurah Putra selaku anggota DPRD Kota Denpasar menjelaskan, bahwa wilayah Jalur Hijau di Jalan Sedap Malam, gang Titi Batu, yang disinyalir adanya oknum anggota dewan yang bermain untuk membuka dan menutup Jalur Hijau.
" Sebenarnya tidak ada yang dikatakan jalur hijau itu dibuka dan ditutup, semuanya sudah ada di RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar), tetapi saya tidak hafal yang mana jalur hijau yang mana tidak, " Ungkap Susruta yang terkenal kritis dan cerdas ini, Jumat (05/05/2023).
Lanjutnya memang ada beberapa wilayah jalur hijau dan dibahas dalam RTRW berubah menjadi jalur kuning.
" Itu semua ada di petanya, yang mana jalur hijau dan kuning, mungkin masyarakat belum banyak yang paham dimana yang sudah berubah "
" Lahan hijau ada 2, LP2B yakni Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan kawasan holtikultura, " lanjutnya.
Perbedaan itu dijelaskannya, LP2B tidak boleh sama sekali dibangun sedangkan kawasan holtikultura boleh dibangun sebesar 20% dari luas lahannya.
Ditanya wilayah Hang Tuah Denpasar disebutkannya merupakan wilayah holtikultura.
" Kita pernah turun, masih diijinkan dibawah 20% cuma kita tidak bisa mengukur "
Susruta juga menghimbau SatPol PP yang sudah melihat kondisi pemadatan jalan harusnya menanyakan hal itu kepada pihak PUPR Kota Denpasar.
" Jangan katakan tidak ada aktifitas, bila sudah ditemukan tentunya wajib memasang tanda bahwa ini lahan hijau tidak boleh dibangun "
" Pengerasan (jalan) pun sudah menyalahi aturan "
Menanyakan dualisme di masyarakat antara mempertahankan diri bertani dengan menggarap lahan mereka atau kebutuhan akan perputaran ekonomi, perumahan bahkan toko atau ruko.
" Memang kasihan juga masyarakat, tetapi dilahan holtikultura masih bisa dibangun 20% daripada luas lahan "
Yang belum dilakukan oleh pemerintah mungkin adalah 'reward' (hadiah) dan 'Punishment' (ganjaran) dan itu belum dilakukan tetapi ada didalam RTRW.
" Jadi masyarakat yang mempertahankan lahan hijaunya akan mendapatkan 'reward' dalam pengurangan pajak dan segala macam, sedangkan masyarakat yang sudah terbangun masih dikawasan itu dapatkan 'Punisment' berupa denda dan semacamnya itu semua ada di Perda RTRW yang saya pernah perdebatkan itu "
Menjawab kelakuan masyarakat yang kucing - kucingan (sembunyi) ditegaskan oleh Susruta adalah itu merupakan cermin dari perilaku pemimpinnya.
" Si itu boleh kok saya tidak "
Ia menegaskan bahwa Peraturan Daerah (Perda) dibuat untuk ditegakkan bukan untuk permainan, Perda ini dibuat bukan untuk si A atau si B, tetapi Perda ini dibuat untuk masyarakat dan semua masyarakat harus ikut dan tunduk terhadap perda ini.
" Saya mendukung untuk SatPol PP menegakkan perda ini, tetapi tidak pandang bulu atau tebang pilihlah "
Ia juga menyentil pihak oknum pemerintah dan dilingkaran pemerintah yang ikut melanggar Perda RTRW ini juga, itu tentu akan tidak adil bila sasarannya hanya masyarakat kecil.
Menanyakan pengembang yang hendak juga membangun jembatan antara dua (2) wilayah desa, dirinya mengatakan harus ada izin khusus apalagi sungai.
Belum selesai menjawab Susruta melihat fenomena bahwa dari lingkaran pemerintah juga membangun gedung 3 lantai di 'telabah' (sungai kecil), tentu hal ini akan menjadi hal yang tidak adil bila hanya masyarakat kecil saja yang ditegakkan.
Untuk pengembang yang akan membuka jalur hijau itu tentu sangat berbeda dengan pemilik lahan masyarakat kecil yang ingin punya rumah di sebidang tanahnya.
" Untuk bisnis buka lahan hijau dengan masyarakat kecil ingin bangun rumah ya berbeda itu dari sisi manusiawi, " pungkasnya. (Ray)