Awasi kebijakan publik untuk kesejahteraan masyarakat |
DENPASAR - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI atau Senator DR. Made Mangku Pastika, M.M., memiliki pemikiran bahwa Bali memerlukan kebijakan publik yang aspiratif dan kontekstual.
Ini mengacu pada kebijakan publik yang efisien, pemanfaatan maksimal demi kesejahteraan masyarakat Bali. Kebijakan publik bagi Mangku Pastika merupakan hajat hidup orang banyak yang harus dilakukan secara konsisten.
" Sebagai pemimpin Bali sebaiknya memiliki sikap leadership dan management yang baik "
Leadership itu dikatakannya bahwa pemimpin Bali harus paham dengan apa yang dipimpinnya dan mampu mengkomunikasikan semua keputusan dan kebijakan mereka kepada rakyat.
" Perilakunya harus diteladani "
Kemudian karena mereka mengelola duit banyak dan sumber manusia banyak dan 'power', seorang pemimpin Bali harus mampu memiliki managerial. Mampu mengordinasikan semuanya dan taat akan aturan.
" Tidak boleh buat peraturan tapi dia langgar sendiri "
Alokasi anggaran tersebut, menurut dia, belum termasuk APBD dari sembilan kabupaten/kota di Provinsi Bali.
" Bahkan kebijakan lainnya bisa sampai Rp100 Triliun. "Jadi, tidak ada alasan tidak ada duit. Belum lagi ditambah dengan dukungan SDM yang jumlahnya besar. Dengan sumber daya yang besar itu seharusnya masyarakat bisa sejahtera, " terang mantan Gubernur Bali dua periode itu.
Dalam acara tersebut yang bertajuk,
' Mengawal Kebijakan Publik yang Aspiratif dan Implementatif '
Menghadirkan narasumber tokoh masyarakat Putu Suasta dan A.A. Gede Agung Aryawan serta akademikus Dr. Gede Suardana, M.Si.
Kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Ketua NCPI Bali Agus Maha Usadha sejumlah akademikus dari Universitas Udayana dan Warmadewa, para praktisi hukum dan para mahasiswa.
Tokoh masyarakat dari kalangan akademisi Gede Suardana, menerangkan juga dengan adanya anggaran yang begitu besar seharusnya tidak ada lagi warga yang berada pada garis kemiskinan.
" Imajinasi saya dengan dana sebesar itu sudah sangat baik, kesehatan, kesejahteraan seharusnya tidak ada. Berdasarkan data BPS mencapai 200.000 jiwa, bahkan ada beberapa masyarakat yang bunuh diri karena tidak mampu menanggung kebutuhan hidup, " jelasnya.
" Harusnya hal itu harus kita tracing, kebijakan publiknya harus memilih untuk perumahan rakyat, ketertiban publik, sosial, pendidikan dan kesehatan. Pilihan pembangunan infrastruktur dan monumen patung - patung haruslah nomer 2 "
Tetapi kita bisa melihat realitanya yang terjadi di lapangan itu kepala daerah lebih memilih membangun infrastruktur lebih populis karena masyarakat bisa mudah melihat keberhasilannya.
Sedangkan Putu Suasta selaku pengamat sosial dan budayawan Baki melihat pentingnya ada kontrol sosial dari masyarakat agar kebijakan itu berjalan sesuai dengan rencana dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak.
" Gerakan kembali dan dorong peran generasi muda dan media dalam mengontrol pelaksanaan kebijakan dengan memperkuat posisi tawar dan jaringan, " ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa pentingnya media untuk juga mengontrol pemerintah dalam menjalankan kebijakan publik yang lebih harus mengedepankan kepentingan kesejahteraan publik.
Sedangkan A.A. Gede Aryawan, narasumber terakhir yang dikatakan oleh Mangku Pastika adalah orang yang vokal dalam menyuarakan sesuatu yang berhubungan dengan kebijakan publik.
Sapaan akrabnya Gung De ini juga mengajak generasi muda agar berani berbicara mengkritisi kebijakan publik, terutama antara rencana pemerintah dan implementasi.
" Kita harus berpikir 10 tahun kedepan tentang kebijakan publik kedepan, kalo ada perubahan yang signifikan kota ini akan hancur "
APBD Kota Denpasar saat ini adalah Rp2,3 Triliun sedangkan APBD Kabupaten Gianyar Rp2,4 Triliun. Sebagai ibukota Bali sebutnya sudah disalip oleh Gianyar, bahkan dikatakan nomer 3.
" Posisi Denpasar yang sudah turun ini juga mengalami defisit Rp200an milliar "
Ia juga menyoroti tentang tidak naiknya rumah makan dan hotel padahal banyaknya alih fungsi lahan di Kota Denpasar.
Penghasilan tertinggi Kota Denpasar adalah berasal dari PPhTB (Pajak Penghasilan atas Tanah dan Bangunan).
" Kurang lebih Rp201 milliar pertahun, ini dari pajak PPhTB, jual beli tanah waris di Denpasar, termasuk keluarga saya, " candanya.
Ia juga menekankan pada peralihan kepemilikan lahan sawah (carik) tentu fungsi alih lahan juga terjadi. Pertahun bahkan mencapai 100an hektar lahan.
" 5 tahun terakhir ini mencapai hampir 498 hektar, dari sekian alih fungsi lahan kenapa dari pajak rumah makan dan hotel ini tidak naik "
Minimal dari Rp0 rupiah pajak bangunan menjadi sekian pajak rupiah bangunan. Ia juga mengajak audien untuk bermain logika, bahwa bila terjadi alih kepemilikan menjadi alih fungsi lahan logikanya penghasilan dirinya pasti ada dan naik.
" Mestinya minimal pajak bangunan naik di tahun selanjutnya, tapi faktanya kan tidak, " pungkasnya. (Ray)