Konferensi Pers Unud dan AWK sebut Oknum Dekan mencoba memperkeruh |
BADUNG - Informasi terkait penetapan tersangka Rektor Unud yang ramai dijagat maya dan perbincangan warung kopi, banyak juga yang 'stand up' untuk membela pihak yang sepertinya terzolimi dari cerita - cerita unik yang beredar di masyarakat.
Klarifikasi yang dilakukan oleh lembaga pendidikan terbesar di Bali ini agar mencegah berkembangnya informasi tidak benar terkait
pengelolaan dana SPI di lingkungan Unud yang sempat heboh bernilai korupsi ratusan milliar rupiah.
Pihak tim Hukum Unud dalam jumpa persnya memberikan informasi detail mengenai hal tersebut, Kamis, 16 Maret 2023, di Ruang Bangsa Rektorat Universitas Udayana, JI. Raya Kampus Unud - Jimbaran.
Mendengarkan pemaparan dari Dr. Nyoman Sukandia, S.H. M.Hum., selaku tim juru bicara hukum Unud mengatakan bahwa hal ini ada kesalahan administratif bukan tindak pidana korupsi yang dihembuskan di media massa oleh salah satu pihak lembaga hukum.
" Kita mengharapkan dan saya mengikuti dari awal proses pemeriksaan ini jadi saya paham ini adalah kesalahan administratif bukan korupsi, " ungkap Nyoman Sukandia dihadapan puluhan awak media.
Ia juga menekankan negara tidak boleh menzolimi sesuatu yang tidak salah dicarikan kesalahannya. Bila sebutnya SPI (Sumbangan Pembangunan Institusi) dicabut, ia mengatakan negara harus memberikan anggaran tambahan nantinya untuk menjalankan roda pendidikan di perguruan tinggi seluruh Indonesia.
" Bila SPI dicabut saya khawatir juga putra - putri di Bali tidak terekrut dengan baik "
Ia mengkhawatirkan bila isu ini terus didorong maka kepercayaan masyarakat kepada lembaga pendidikan yang sudah berumur 61 tahun ini akan berkurang.
Pada kesempatan yang berbeda Anggota Komite 1 Bidang Hukum DPD RI, Senator Arya Wedakarna yang pernah menjadi rektor menyayangkan sikap - sikap yang mengganggu jalannya pendidikan di Universitas Udayana.
" Ini sudah 2 kali ada gangguan di Unud, yang pertama adalah prof. Bhakta lalu Prof. Antara. Saya mendatangi langsung dan menanyakan apakah dana SPI ini masuk ke rekening pribadi, tidak dijawabnya. Ini berbeda loh dengan OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan UNILA, yang saksinya ada, transferannya ada, " Jumat (17/3/2023).
Ia mengatakan juga berdasarkan keterangan dari Prof. Antara bahwa 100% masuk ke rekening negara. Kebijakan ini sudah terjadi sejak tahun 2018.
Informasi yang diberikan oleh AWK ini ada sisi unik, karena ada informasi bahwa oknum Dekan yang pingin jadi Rektor Unud. Bahkan dirinya mengaku pernah ditelpon oleh salah satu orang Unud yang ingin jadi Rektor.
" Ajik AWK bisa gak kita bantu untuk jatuhkan, lah itu berarti selama ini tidak bener dong kasus ini. Saya juga sudah bertemu dengan inspektorat dan pihak mereka mengatakan aman kok gak ada temuan "
Ditanya oknum Dekan itu AWK menolak menjawab pertanyaan awak media.
" Adalah nanti kalo saya dijadikan saksi di pengadilan saya akan ungkap, gak boleh loh menzalimi seseorang. 100% dananya ada di rekening nanti PPATK boleh periksa loh, Saya akan tanyakan langsung ini dengan Jaksa Agung pusat saat rapat nanti, " imbuhnya.
Ada juga informasi yang mengatakan oknum anak pejabat yang tidak masuk ke fakultas kedokteran, lalu lewat jalur mandiri ditagihin lalu tersinggung.
" Ada motif balas dendam, dan saya tanyakan kepada Jaksa Agung. Saya tekankan pada Prof. Antara Praperadilankan atau Restoratif justice atau kesalahan administratif itu dimungkinkan. Kalo kasus di Kepolisian dan di Kejaksaan bisa di SP3 tetapi bila KPK yang tangani lanjut, " pungkas AWK.
" Saya dukung Praperadilan, saya siap jadi saksi dan dibuka disana semuanya " (Ray)
Mendengarkan pemaparan dari Dr. Nyoman Sukandia, S.H. M.Hum., selaku tim juru bicara hukum Unud mengatakan bahwa hal ini ada kesalahan administratif bukan tindak pidana korupsi yang dihembuskan di media massa oleh salah satu pihak lembaga hukum.
" Kita mengharapkan dan saya mengikuti dari awal proses pemeriksaan ini jadi saya paham ini adalah kesalahan administratif bukan korupsi, " ungkap Nyoman Sukandia dihadapan puluhan awak media.
Ia juga menekankan negara tidak boleh menzolimi sesuatu yang tidak salah dicarikan kesalahannya. Bila sebutnya SPI (Sumbangan Pembangunan Institusi) dicabut, ia mengatakan negara harus memberikan anggaran tambahan nantinya untuk menjalankan roda pendidikan di perguruan tinggi seluruh Indonesia.
" Bila SPI dicabut saya khawatir juga putra - putri di Bali tidak terekrut dengan baik "
Ia mengkhawatirkan bila isu ini terus didorong maka kepercayaan masyarakat kepada lembaga pendidikan yang sudah berumur 61 tahun ini akan berkurang.
Pada kesempatan yang berbeda Anggota Komite 1 Bidang Hukum DPD RI, Senator Arya Wedakarna yang pernah menjadi rektor menyayangkan sikap - sikap yang mengganggu jalannya pendidikan di Universitas Udayana.
" Ini sudah 2 kali ada gangguan di Unud, yang pertama adalah prof. Bhakta lalu Prof. Antara. Saya mendatangi langsung dan menanyakan apakah dana SPI ini masuk ke rekening pribadi, tidak dijawabnya. Ini berbeda loh dengan OTT (Operasi Tangkap Tangan) dan UNILA, yang saksinya ada, transferannya ada, " Jumat (17/3/2023).
Ia mengatakan juga berdasarkan keterangan dari Prof. Antara bahwa 100% masuk ke rekening negara. Kebijakan ini sudah terjadi sejak tahun 2018.
Informasi yang diberikan oleh AWK ini ada sisi unik, karena ada informasi bahwa oknum Dekan yang pingin jadi Rektor Unud. Bahkan dirinya mengaku pernah ditelpon oleh salah satu orang Unud yang ingin jadi Rektor.
" Ajik AWK bisa gak kita bantu untuk jatuhkan, lah itu berarti selama ini tidak bener dong kasus ini. Saya juga sudah bertemu dengan inspektorat dan pihak mereka mengatakan aman kok gak ada temuan "
Ditanya oknum Dekan itu AWK menolak menjawab pertanyaan awak media.
" Adalah nanti kalo saya dijadikan saksi di pengadilan saya akan ungkap, gak boleh loh menzalimi seseorang. 100% dananya ada di rekening nanti PPATK boleh periksa loh, Saya akan tanyakan langsung ini dengan Jaksa Agung pusat saat rapat nanti, " imbuhnya.
Ada juga informasi yang mengatakan oknum anak pejabat yang tidak masuk ke fakultas kedokteran, lalu lewat jalur mandiri ditagihin lalu tersinggung.
" Ada motif balas dendam, dan saya tanyakan kepada Jaksa Agung. Saya tekankan pada Prof. Antara Praperadilankan atau Restoratif justice atau kesalahan administratif itu dimungkinkan. Kalo kasus di Kepolisian dan di Kejaksaan bisa di SP3 tetapi bila KPK yang tangani lanjut, " pungkas AWK.
" Saya dukung Praperadilan, saya siap jadi saksi dan dibuka disana semuanya " (Ray)