Selasa, 27 September 2022

Cok. Bagus Jaya Dalam Acara ICOSPI, Sebut Sehat Bukan Hanya Fisik dan Mental

 

Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K), MARS

BADUNG - Kesehatan mental merupakan kondisi yang harus dijaga oleh manusia agar dianggap manusia tersebut dianggap beradab. Dalam acara Hybrid Event 1st International Conference on Cultural and Spiritual Psychiatry (ICOSPI), Bali Psikiatri Terkini 3 (The 3rd Bali Psychiatry Update) dengan tema,

'Investing in Mental Health: Moving Forward To Break The Pandemic World'

Yang bisa diartikan Berinvestasi dalam Kesehatan Mental: Bergerak kedepan Untuk Memecahkan Dunia pasca Pandemi. Dalam sambutan Dr. dr. Cokorda Bagus Jaya Lesmana, SpKJ(K), MARS selaku Ketua Panitia Bali Psikiatri Terkini (BATIK) 3 menyebutkan bahwa besar harapannya dalam rangkaian kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi para peserta.




"Acara hari ini adalah rangkaian dari Bali Psikiatri Terkini 3 yang merupakan juga join summit dengan International Conference on Cultural and Spiritual Psychiatry dari tanggal 22 September sampai 25 september 2022, "ungkapmya dalam wawancara singkat, Sabtu (24/09/2022), di Harris Hotel Sunset Road, Denpasar.

Acara yang diawali dengan kegiatan Workshop secara luring sejumlah 7 workshop, dilanjutkan pada tanggal 23 September 2022 dengan Internationat Conference bertajuk 1st International Conference on Cultural and Spiritual Psychiatry (ICOSPI), yang menghadirkan pembicara dari beberapa negara, antara lain Italia, Kanada, Australia, USA, Belanda, dan Skotlandia.

Acara yang akan dilanjutkan dengan kegiatan hari ini dan besok 24-25 September 2022, yaitu Symposium Bali Psikiatri Terkini (BATIK) 3. Rangkaian kegiatan ini diikuti oleh sejumlah 237 peserta ICOSPI dan 444 peserta BATIK 3, dengan peserta yang mengikuti kegiatan ilmiah presentasi poster sebanyak 37 peserta, dan presentasi oral sebanyak 15 peserta. 

"Konsep sehat tidak hanya fisik dan mental saja, tetapi ada spiritual dan sosial budaya juga, yang membuat seseorang itu sehat atau mengalami gangguan, "paparnya.

"Contoh bila gejala mendengar suara-suara, walaupun penanganan dan kondisinya sudah baik tetapi belum melakukan pengelukatan misal atau upacara tertentu, dianggap masih kosong belum melakukan apa-apa, itu merupakan sisi sosial budayanya"

Ia juga menjelaskan, gejala kejiwaan yang dialami seseorang biasanya akan lari ke perdukunan atau pengobatan tradisional, itu penting tetapi sebutnya bahwa gejala medis juga perlu diperhatikan.

"Secara pengobatan medis juga membantu dalam mengobati kondisi yang ada juga, "paparnya.

Dari workshop Prof. Dr. dr. Aris Sudiyanto, Sp.KJ(K) (FK UNS Surakarta) ada hal yang menarik juga dibahas tentang dunia psikiatri ini, tema yang dibawakan adalah Terapi Marital Kasus Perselingkuhan.

Ia membabarkan arti umum dari perselingkuhan yakni, Hubungan intim antara pria atau wanita dewasa yang sudah menikah dengan orang lain yang bukan pasangan resminya, disana ada 3 sudut pandang.

Sudut pandang pria, Hubungan intim antara pria atau wanita dewasa dengan orang lain yang bukan pasangan resminya berulang kali dengan latar belakang kasih sayang dan/atau cinta.

Sedangkan sudut pandang wanita, Hubungan kasih sayang, kemesraan, atau rasa cinta dan perhatian yang diberikan kepada orang lain yang bukan pasangan resminya.

Sedangkan sudut pandang aliran fundamentalis, mempunyai rasa sayang, cinta/gairah, atau imaginasi/fantasi terhadap orang lain yang bukan pasangan resminya.

Jenis terapi / Psikoterapi / Konseling meliputi, 1. Terapi Eklektik/Integratif, 2. CBT, 3. Terapi Realitas, 4. Analisis Transaksional, 5. dan lainnya.

Dipaparkan juga disana bahwa penyebab dari perselingkuhan adalah -Ketidakintiman pernikahan: Intelektual, emosional, seksual, sosial, dan rekreasional
-Kejenuhan dan kebosanan
-Cinta lokasi, reuni, dan kebersamaan -Kecewa, ketidakpuasan, ketidakbahagiaan, kebencian, konflik berkepanjangan, dan balas dendam.

Solusi yang voba dipaparkan disana adalah Marriage enrichment programs,

1) kesadaran dan pemenuhan kebutuhan dan harapan sendiri dan pasangan,

2) peningkatan keefektifan komunikasi (termasuk empati dan keterbukaan),

3) peningkatan kemampuan penyelesaian masalah dan ketrampilan negosiasi,

4) peningkatan menyeluruh antara lain kemampuan penyesuaian, optimisme, dan kepuasan dalam pernikahan.

"Yang lainnya juga dapat menjalankan terapi memaafkan dan reorientasi pekerjaan, dengan berhenti bekerja atau pindah kerja bila terjadi di lingkungan pekerjaan, "paparnya. (Ray)

Lecehkan Media Grassroot, Wilson Lalengke Laporkan Kapolres Pringsewu ke Divisi Propam Polri

  Jakarta – Kapolres Pringsewu, AKPB Yunus Saputra, kembali berulah. Setelah beberapa waktu lalu dia dikecam keras karena melarang kepala s...