Ahli Waris pertanyakan mengapa dirinya dituduhkan memalsukan silsilah dan TPPU |
Bahwa ahli waris menganggap oknum penyidik telah memaksa mempidanakan dirinya dengan tuduhan memalsukan silsilah dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Oknum penyidik telah memaksa mempidanakan saya memalsukan silsilah dan memfasilitasi pelapor (AANEW) yang bukan bagian dari keluarga ahli waris Jro Kepisah. Oknum penyidik menekan dan mempidanakan dengan tuduhan pemalsuan silsilah dan TPPU dengan menggunakan surat bukti silsilah keluarga Jro Kepisah yang didapat secara ilegal," ungkap ahli waris AA Ngurah Oka, Jumat (08/04/2022) kepada wartawan di Denpasar.
Turut mendampingi Ngurah Oka saat menyampaikan permasalahan tersebut AA Ngurah Suwednya Putra yang juga selaku ahli waris, kuasa hukumnya I Putu Harry Suandana Putra, SH, MH, CMLC, pakar hukum adat Dr Ketut Wirawan, SH, MHum, pengamat sosial Made Mariata.
"Awalnya ada seseorang bernama AANEW yang tak ada hubungan keluarga mengklaim memiliki silsilah dan mempunyai alas hak IPEDA tahun 1948 dan 1954 berupa tanah sekitar 8 hektar di Subak Kredung, Desa Pedungan, Kecamatan Denpasar Selatan yang sama dengan tanah warisan dan dikuasai secara turun-temurun oleh kami selaku ahli waris Jro Kepisah," ungkap Ngurah Oka.
Atas klaim tersebut AANEW sempat mendatangi keluarga Jro Kepisah untuk meminta bagian setengah dari tanah tersebut.
"Karena saya dan ahli waris lain dari Jro Kepisah tidak mengenal dan tidak ada hubungan keluarga dengan AA Ngurah Eka Wijaya, tentu permintaan tersebut ditolak," ujarnya.
Lantaran itu, AANEW melaporkan AA Ngurah Oka ke Polda Bali sejak tahun 2015 dengan dugaan tindak pidana penyerobotan tanah dan pemalsuan surat.
Ia sempat dijadikan tersangka atas laporan tersebut tapi dibatalkan oleh Pra Peradilan PN Denpasar dan selanjutnya Polda Bali menghentikan laporan tersebut.
"Usaha AA Ngurah Eka Wijaya tak berhenti di sana. Dia kembali melaporkan saya di Dirkrimum Polda Bali tahun 2018. Namun laporan polisi tersebut tak pernah memanggil AA Ngurah Oka sebagai terlapor. Dan anehnya saya kembali dilaporkan di Dumas Dirkrimsus Polda Bali. Dengan tuduhan pemalsuan silsilah dan TPPU," tutur Ngurah Oka.
Lebih lanjut kuasa hukum Putu Harry Suandana Putra menjelaskan atas Dumas (pengaduan masyarakat) AANEW inilah terungkap fakta oknum penyidik menunjukkan dan menanyakan kliennya tentang silsilah Jro Kepisah yang dibuat tahun 1990an dan 2015. Di mana dokumen sebelumnya pernah disetor ke BPN (Badan Pertanahan Nasional).
"Kenapa AA Ngurah Eka Wijaya bisa mendapatkan itu sebagai sebuah laporan ke Polda. Artinya di sini oknum penyidik Dirkrimsus Polda Bali sudah memfasilitasi laporan AA Ngurah Eka Wijaya yang tak ada hubungan keluarga dan mempunyai dokumen silsilah keluarga secara ilegal yang diduga didapat dari BPN Kota Denpasar," tegas Putu Harry.
Berdasarkan hal ini, pihaknya melaporkan oknum penyidik Dirkrimsus Polda Bali dimaksud ke Mabes Polri
"Persoalan ini yang dilaporkan ke Mabes Polri, dengan mendapat tanggapan langsung dari Irwasum Mabes Polri. Akhirnya oknum penyidik Dirkrimsus Polda Bali tersebut sempat diperiksa," cetusnya.
Ia menambahkan hal yang menguatkan bukti kepemilikan tanah kliennya adalah para penggarap tanah sawah Jro Kepisah di Subak Kredung sudah ratusan tahun secara turun-temurun menyetorkan hasil panen sawah tersebut ke Jro Kepisah.
"Sebagai kuasa hukum saya menyayangkan tindakan AA Ngurah Eka Wijaya menggunakan aparat hukum negara (Kepolisian RI, red) menekan dan mempidanakan klien kami demi untuk mendapatkan bagian tanah tersebut. Apabila dia ingin tanah tersebut sebaiknya melakukan gugatan perdata di PN Denpasar untuk mendapatkan tanah tersebut," pungkas Putu Harry.
Dikonfirmasi tanggapannya saat dihubungi wartawan melalui pesan WhatsApp (WA) oknum penyidik tersebut tak memberikan jawaban. Pesan yang dikirim wartawan statusnya hanya dibaca saja.
Made (Kadek) Mariata selaku pengamat sosial dan Dr Ketut Wirawan, SH MH selaku pakar hukum adat menyebutkan bahwa masalah tanah di Bali ini cukup serius dan meresahkan.
"Sejak dahulu pembagian itu sudah ada, yang dituangkan dalam peta blok yang diperkecil menjadi persil. Pencatatan itu bagi masyarakat sekitarnya, pemilik lahan itu pasti saling mengenal, "ungkap Made Mariata menjelaskan.
Ia juga mengatakan sejak adanya BPN permasalahan pertanahan mulai muncul di Bali, sebelumnya tidak pernah ada terdengar. Yang paling tahu pemilik di wilayah tertentu tentulah aparat setempat tentang kebenaran tentang hak milik tersebut.
"Inilah kacau jadinya kalo mereka (lembaga) yang lebih merasa mengetahuinya, contoh Made Dolog, Dolog dan Pan Kwir adalah satu orang, kalo ini ingin dicarikan masalah ya bisa saja terjadi, "sebutnya. (Tim Garda)