I Made Arka, S.Pd, M.Pd., Ketua PHDI Kota Denpasar
"Ini sudah kasus lama sekali, ini berawal dari informasi pemilik Pura tersebut. Dikatakan pemilik lahan di depan itu adalah ahli waris yang sudah pindah agama, tentu setelah pindah agama tidak perduli dengan Pura-nya, "sebutnya menjelaskan, Rabu (27/04/2022), di salah satu Hotel di Denpasar.
Dalam diskusi lanjutannya ia menekankan bahwa pentingnya memperhatikan kewajiban yang ada. Tidak melulu tentang Hak tetapi jangan lupa terhadap kewajiban yang ada. Dalam keterangannya juga mengatakan bahwa awalnya pemilik ini adalah seorang mangku, jadi berhak atas tanah di pelaba puranya.
"Karena pindah agama inilah keturunannya tidak masuk Pura lagi, tapi haknya tetap diambil. Kewajibannya tidak dilakukan, "tambah Arka.
Ia mengatakan bahwa ini merupakan informasi sepihak, karena pemilik dikatakannya sudah diberitahukan secara resmi belum digubris dan belum bersedia dihubungi oleh pihak PHDI.
Mengenai tanah bagian barat yang merupakan pintu masuk, dikarenakan bagian selatan ditutup. Ia menjelaskan tanah tersebut itu hak milik yang sudah dijual beberapa kali dengan orang yang berbeda-beda.
"Itu ada sertifikatnya, itu hak milik. Jadi jalan keluar itu adalah kemurahan hati orang yang memiliki hak tanah itu, sebenarnya Pura itu malah tidak ada jalan. Kita akan mempercepat hal ini, karena undangan kita kedua kalinya belum juga mereka bersedia hadir, "jelasnya.
Ia juga sudah menanyakan kepada pemilik rumah, ia katakan permasalahan awalnya adalah si anak yang dikatakan anak angkat itu, saat ini tinggal di Jakarta.
"Kita akan datang ke tempat pemilik kost itu, karena ini sudah surat yang kedua. Rumah dia ada di jalan Waribang, kami akan bujuk untuk bicara hati ke hati agar tidak ada yang disakiti disini, "ungkapnya.
Penyelesaian yang akan ditempuh adalah meminta keikhlasan dari pemilik sertifikat itu untuk mungkin memberikan akses 2 meter jalan. Untuk pemotongan menjadi jalan ini tentu pastinya akan dituntut pergantian dengan nilai nominal.
"Kalo sudah hak milik tentu susah, kalo umpama ini dari 200KK pengempon Pura mengeluarkan uang misal Rp. 1.000.000, - itu angka sudah menjadi Rp. 200.000.000,-. Kalo kita ungkit jadi repot, karena ini sudah inkrah, "ungkapnya.
Ia juga mengatakan bisa saja menekan, tetapi itu bukan sikap pengayom umat yang baik. Apalagi menjelekkan satu sama lainnya, dan dikatakannya juga sudah berkoordinasi terhadap Walikota mengenai hal ini.
"Walikota juga sudah menghimbau untuk mencari solusi yang paling tepat, karena kita di majelis Agama tidak mungkin melakukan hal yang tidak baik. Ya menurut kami hal itulah yang terbaik, dengan menawarkan agar bisa dibeli, "pungkasnya. (Ray)
Dalam diskusi lanjutannya ia menekankan bahwa pentingnya memperhatikan kewajiban yang ada. Tidak melulu tentang Hak tetapi jangan lupa terhadap kewajiban yang ada. Dalam keterangannya juga mengatakan bahwa awalnya pemilik ini adalah seorang mangku, jadi berhak atas tanah di pelaba puranya.
"Karena pindah agama inilah keturunannya tidak masuk Pura lagi, tapi haknya tetap diambil. Kewajibannya tidak dilakukan, "tambah Arka.
Ia mengatakan bahwa ini merupakan informasi sepihak, karena pemilik dikatakannya sudah diberitahukan secara resmi belum digubris dan belum bersedia dihubungi oleh pihak PHDI.
Mengenai tanah bagian barat yang merupakan pintu masuk, dikarenakan bagian selatan ditutup. Ia menjelaskan tanah tersebut itu hak milik yang sudah dijual beberapa kali dengan orang yang berbeda-beda.
"Itu ada sertifikatnya, itu hak milik. Jadi jalan keluar itu adalah kemurahan hati orang yang memiliki hak tanah itu, sebenarnya Pura itu malah tidak ada jalan. Kita akan mempercepat hal ini, karena undangan kita kedua kalinya belum juga mereka bersedia hadir, "jelasnya.
Ia juga sudah menanyakan kepada pemilik rumah, ia katakan permasalahan awalnya adalah si anak yang dikatakan anak angkat itu, saat ini tinggal di Jakarta.
"Kita akan datang ke tempat pemilik kost itu, karena ini sudah surat yang kedua. Rumah dia ada di jalan Waribang, kami akan bujuk untuk bicara hati ke hati agar tidak ada yang disakiti disini, "ungkapnya.
Penyelesaian yang akan ditempuh adalah meminta keikhlasan dari pemilik sertifikat itu untuk mungkin memberikan akses 2 meter jalan. Untuk pemotongan menjadi jalan ini tentu pastinya akan dituntut pergantian dengan nilai nominal.
"Kalo sudah hak milik tentu susah, kalo umpama ini dari 200KK pengempon Pura mengeluarkan uang misal Rp. 1.000.000, - itu angka sudah menjadi Rp. 200.000.000,-. Kalo kita ungkit jadi repot, karena ini sudah inkrah, "ungkapnya.
Ia juga mengatakan bisa saja menekan, tetapi itu bukan sikap pengayom umat yang baik. Apalagi menjelekkan satu sama lainnya, dan dikatakannya juga sudah berkoordinasi terhadap Walikota mengenai hal ini.
"Walikota juga sudah menghimbau untuk mencari solusi yang paling tepat, karena kita di majelis Agama tidak mungkin melakukan hal yang tidak baik. Ya menurut kami hal itulah yang terbaik, dengan menawarkan agar bisa dibeli, "pungkasnya. (Ray)