Muhammad Asmara, Kepala Dusun Kampung Islam Kepaon, Desa Pemogan, Denpasar Selatan |
GATRADEWATA NEWS | BALI | Keberagaman yang ditunjukan desa Pemogan, Kecamatan Denpasar selatan, Kota Denpasar ini, saat perayaan Nyepi bisa dikatakan tertib dari upaya yang bisa menimbulkan pelecehan atau norma yang berlaku di Bali. Bukan karena tidak adanya pengawasan, tentu menurut Muhammad Asmara yang ditemui di kantor Perbekel Pemogan mengatakan bahwa kondisi toleransi ini sudah dipupuk sejak lama, sejak nenek moyang mereka.
Ia bercerita sejak dibentuknya desa Pemogan ini, seluruh warga yang ada di wilayah sini berkomitmen bersama. "Kami khususnya di Pemogan memiliki toleransi yang baik, contohnya saja dalam lintas agama seperti kegiatan agama Islam Idul Adha kita saling gotong royong, begitu juga Nyepi seperti saat ini, " sahutnya, Selasa (01/03/2022).
Muhammad Asmara juga mengatakan bahwa banjar (kelompok masyarakat) yang 100% penduduknya adalah Muslim, juga memiliki semacam Pecalang (Hindu) yakni namanya Pemaksan. Ia juga menambahkan koordinasi yang kuat diantara keduanya inilah yang bisa menepis problematika di lapangan.
"Kita selalu koordinasi dalam perayaan persiapan Nyepi seperti sekarang ini, antara Linmas, Pecalang dan Pemaksan saya dalam satu komando, yakni pak Mekel (perbekel Pemogan), "ungkap Asmara yang juga Kepala dusun Kampung Islam Kepaon, desa Pemogan.
Saat ditanya soal kejadian yang lalu di desa lain yang tidak ikut tertib menjaga ketenangan Nyepi bagi umat Hindu, dirinya menyarankan agar para tetua, penglingsir dan pemangku jabatan yang ada di desa dapat menjaga pemudanya agar tidak liar.
Cerita di Desa Pemogan yang banyak umat Muslim ini memang sudah ada sejak dahulu kala, banyak cerita yang disangkutpautkan dengan mitos bahkan sejarah, tetapi keragaman ini memang sudah ada sejak lama. Bahkan ia menceritakan juga tentang Odah Puk (nenek yang beragama Islam) selaku leluhurnya yang berjualan bunga di wilayah desa Pemogan untuk kebutuhan umat Hindu membuat banten. Bahkan ia juga mengatakan bahwa saat Nyepi berlangsung toa Adzan juga tidak dihidupkan.
"Dialog itu perlu dilakukan, dalam satu gebrakan saja bisa membuat lingkungan kita nyaman, tidak ada yang harus kita pertentangkan dalam hal ini, "tutupnya. (Ray)
Muhammad Asmara juga mengatakan bahwa banjar (kelompok masyarakat) yang 100% penduduknya adalah Muslim, juga memiliki semacam Pecalang (Hindu) yakni namanya Pemaksan. Ia juga menambahkan koordinasi yang kuat diantara keduanya inilah yang bisa menepis problematika di lapangan.
"Kita selalu koordinasi dalam perayaan persiapan Nyepi seperti sekarang ini, antara Linmas, Pecalang dan Pemaksan saya dalam satu komando, yakni pak Mekel (perbekel Pemogan), "ungkap Asmara yang juga Kepala dusun Kampung Islam Kepaon, desa Pemogan.
Saat ditanya soal kejadian yang lalu di desa lain yang tidak ikut tertib menjaga ketenangan Nyepi bagi umat Hindu, dirinya menyarankan agar para tetua, penglingsir dan pemangku jabatan yang ada di desa dapat menjaga pemudanya agar tidak liar.
Cerita di Desa Pemogan yang banyak umat Muslim ini memang sudah ada sejak dahulu kala, banyak cerita yang disangkutpautkan dengan mitos bahkan sejarah, tetapi keragaman ini memang sudah ada sejak lama. Bahkan ia menceritakan juga tentang Odah Puk (nenek yang beragama Islam) selaku leluhurnya yang berjualan bunga di wilayah desa Pemogan untuk kebutuhan umat Hindu membuat banten. Bahkan ia juga mengatakan bahwa saat Nyepi berlangsung toa Adzan juga tidak dihidupkan.
"Dialog itu perlu dilakukan, dalam satu gebrakan saja bisa membuat lingkungan kita nyaman, tidak ada yang harus kita pertentangkan dalam hal ini, "tutupnya. (Ray)