Toni Mulyadi Lie (kiri baju putih)
Bambang Samiyono yang membeli diduga hanya baru membayar 20% saja (1992) dikabarkan menghilang ditelan bumi, ini mengakibatkan para pencari jejak investigasi tim Garda Media menjadi sulit melihat remah-remah roti dari bukti-bukti dugaan mafia tanah yang dilakukannya.
Namun pelelangan yang terjadi terhadap sertifikat hak milik (SHM) tanah sengketa tersebut bisa beralih tangan langsung dari I Wayan Nureg ke pemenang lelang. Jelas ini aneh, peralihan hak itu tanpa melewati Bambang Samiyono maupun Bank Upindo dan pajaknya juga sampai sekarang masih ditanggung keluarga I Made Suka sebagai ahli waris dari almarhum I Wayan Nureg.
Menemui Toni Mulyadi Lie yang namanya muncul di sertifikat tersebut, ketika ditanya wartawan mengaku sama sekali tidak tahu. Dirinya mengatakan hanya memberikan modal dalam pelelangan kepada adiknya Lie Herman.
Untuk bagaimana mekanisme pelelangan dan namanya muncul dalam sertifikat, hal itu dikatakan diurus adiknya. Toni Mulyadi Lie sendiri tidak lain adalah kakak dari Lie Herman. Nama keduanya diketahui tercantum di dalam sertifikat peralihan hak dari objek tanah seluas 5.6 Ha yang kini tengah bersengketa dan belakangan mencuat ke publik.
"Ya dulu adik saya yang ngurus (Lie Herman, red). Saya dikasi tau adik saya, diajakin 'mau ikut?' Ya udah lah saya ikut. Nanti berapa dikasi udah, udah gitu aja. Abis semua adik saya yang ngurus," ujarnya ditemui wartawan di Toko Aneka Listrik Jalan Sumatera Denpasar, Kamis (17/03/2022).
Dirinya terkesan enggan menjawab pertanyaan-pertanyaan awak Garda Media, dan kebanyakan pertanyaan tentang objek melalui lelang, hampir semuanya dijawab tidak tahu.
Sementara notaris Putu Chandra ketika ditanya wartawan terkait mekanisme jual beli tanah seluas 5,6 hektar di Ungasan Kuta Selatan Badung Bali di tahun 1992 menyebutkan, bahwa sebelum dibuatkan perjanjian perikatan jual beli (PPJB) dikatakan pembeli atas nama Bambang Samijono dan I Made Nureg (almarhum) selaku penjual mengaku sudah lunas dalam pembayaran tanah.
Namun anehnya, PPJB lunas ini dibuat diduga tanpa pengecekan kebenaran pembayaran dari notaris. Hanya secara lisan alias kata-kata saja. Nyatanya, ketika disinggung mekanisme uangnya apakah benar sudah dibayarkan oleh pembeli, malah notaris Putu Chandra mengatakan bukan menjadi urusannya lagi.
"Waktu bikin perjanjian itu para pihak hadir, lalu saya bacakan dan jelaskan, katanya itu sudah lunas (pembayaran tanah, red) itu saja. Kalau soal pembayarannya pakai bilyet saya malah baru tau setelah ada di berita," pungkas Putu Chandra saat ditemui wartawan di kantornya Jalan Kepundung Denpasar Bali, Kamis (10/02/2022)
Bahkan Putu Chandra mengaku enggan memeriksa pelunasan tanah dengan meminta bukti pembayaran. Ia mengatakan hal itu tidak perlu dan merasa khawatir dipersepsikan terlalu rumit. "Nanti kalau diminta itu (bukti pembayaran lunas, red), dikira ini kok notaris terlalu gini (rumit, red)," ucapnya.
Begitu juga ketika ditanyakan mengenai adanya pernyataan ahli waris, bahwa notaris mengetahui pembayaran dilakukan dengan cek atau bilyet yang ternyata blong dan itu dilaporkan serta diserahkan ahli waris kepadanya, Putu Candra langsung membantah hal itu.
"Gak ada itu pak (dirinya membawa cek, red). Saya malah baru mengetahui ada itu (cek blong, red)," ucapnya.
Disebutkan pembuatan akta jual beli (AJB) dan peralihan hak tanah bukan di kantornya. Putu Candra mengaku hanya membuatkan PPJB, sedangkan AJB dikatakan di tempat lain. Ia pun mengaku tidak tahu di notaris mana dibuat AJB tersebut. Hanya saja PPJB dibuat pihaknya diakui sudah dibuatkan kuasa namun dibantah bukan sebagai kuasa mutlak.
"Itu tidak di tempat saya (pembuatan AJB, red). Iya di dalam PPJB ada kuasanya itu (kuasa mengalihkan hak, red), mungkin itu dipakai dasarnya pembuatan AJB kan penjual tidak perlu hadir," jelas Putu Chandra.
Made Suka: Keterangan Notaris Berubah, Biar Tanggung Karma
Apa disampaikan notaris Putu Chandra ketika dikonfirmasi kepada I Made Suka selaku ahli waris dari almarhum I Wayan Nureg mengatakan, keterangan notaris dituding tidak benar dan berubah-ubah.
"Dulu saat kami menggugat sekira tahun 2001 notaris Chandra mengiyakan Bambang Samiyono belum lunas membayar bersaksi dipersidangan. Itu juga dituangkan dalam putusan gugatan kami pertama. Kalaupun sekarang dikatakan lunas, tidak apa! Biar dia menanggung karmanya," singgung Made Suka.
Kuasa Hukum Lie Herman Abaikan Kutukan
Sisi lain juga keberadaan janji 50 persen disebut-sebut tidak dituangkan dalam perjanjian penyelesaian yang belakangan jadi pematik sengketa tanah seluas 5,6 hektar (Ha) di Ungasan dibantah kuasa hukum tergugat.
Meski dibalik sengketa tanah ini terdapat lontaran kutukan sampai tujuh turunan namun I Nyoman Putra, S.H selaku kuasa hukum dari tergugat Lie Herman menegaskan, bahwa tidak ada perjanjian 50 persen seperti disampaikan pihak penggugat I Made Suka bersama keluarga.
"Tidak ada itu perjanjian 50 persen yang ada hanya kompensasi perjanjian damai Rp 350 juta. Dan perjanjian itu diingkari (wanprestasi) penggugat untuk tidak melakukan upaya hukum. Saya sendiri buatkan kwetansi dari setiap pembayaran," ungkap Nyoman Putra kepada wartawan di halaman PN Denpasar Rabu (16/03/2022)
Disinggung terkait ada upacara kutukan pihaknya mengaku tidak mau berkomentar. Ia menegaskan dan berkeyakinan dengan putusan pengadilan dipegang saat ini sampai tingkat kasasi disebut-sebut sudah inkrah. Menjadi pertanyaan, satu sisi penggugat dituding wanprestasi dalam perjanjian namun satu sisi ia mengaku sudah punya putusan pengadilan kasasi yang inkrah.
"Kami tetap berpegang dengan putusan pengadilan yang sudah inkrah di tangan kami," jelasnya singkat.
Puluhan Pengacara Gali Pidana
Puluhan pengacara tergabung sebagai tim relawan bidang hukum merasa terpanggil membantu keluarga almarhum I Wayan Nureg untuk menggali unsur pidana yang terkandung dalam perkara dihadapi dan mengaku siap mendampingi ahli waris I Made Suka melapor polisi.
"Kami sedang melakukan 'maping' terhadap dimungkinkannya celah hukum pidana yang bisa berjalan seiring proses hukum perdata yang masih berlangsung di PN Denpasar," kata Siswo Sumarto akrab disapa Bowo yang juga pengacara ahli waris Made Suka, pada Senin (14/3/2022).
Menurut Bowo, tim akan bekerja secara maksimal dalam penyelesaian perkara ini karena ada sejumlah novum (bukti baru) yang ditemukan. Bahkan dari novum baru tersebut diketahui bahwa tagihan PBB yang tertunggak sejak tahun 1992 hampir Rp 1,4 miliar masih atas nama Wayan Nureg meskipun lelang tersebut dimenangkan Herman Lie, menurut para relawan perlu diselesaikan secara bijak. (Tim Garda)