Ketua dan sekretaris BMPS Provinsi Bali |
GATRADEWATA NEWS | DENPASAR | Pelanggaran terhadap petunjuk Pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) oleh Pemerintah Provinsi Bali, yang dinilai oleh Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Provinsi Bali beserta BMPS Kabupaten / Kota seluruh Bali, menuai kekecewaan dan keprihatinan serta duka yang mendalam.
Pasalnya dalam rapat zoom yang dilakukan oleh BMPS Bali dengan seluruh BMPS yang ada di Bali, menyimpulkan bahwa oknum anggota DPRD yang mengaku selalu hadir untuk rakyat malah mendukung rakyat melanggar juklak dan juknis PPDB yang dibuat sendiri bersama Pemerintah. "Jika ketidakberesan penanganan masalah PPDB yang selalu terulang setiap tahunnya, bagaimana mungkin bisa mengupayakan Pendidikan yang berkualitas? Hanya karena demo masyarakat yang anak-anaknya tidak diterima di Sekolah Negeri karena tidak lulus seleksi administrasi dan test tertulis, oknum oknum anggota DPRD Provinsi Bali mau melanggar juklak -juknis PPDB yang sudah pasti akan mengorbankan upaya mewujudkan pendidikan yang berkualitas, berkarakter dan berkeadilan, "Ungkap Gede Ngurah Ambara Putra selaku ketua BMPS Provinsi Bali, Jumat (30/07/2021), di Gedung Perdiknas, Panjer.
Di lain pihak, Pemerintah sepertinya menutup mata terhadap realitas di lapangan, bahwa banyak sekolah swasta yang selama ini berkontribusi mencerdaskan anak bangsa kekurangan peserta didik dan diantaranya terpaksa ditutup karena tidak ada lagi peserta didik baru, sebab masyarakat lebih tertarik anaknya masuk ke sekolah negeri yang dikampanyekan sebagai sekolah gratis, walaupun kenyataannya juga berbiaya melalui pungutan-pungutan yang dilakukan oleh Komite Sekolah.
Tuntutan yang dilakukan BMPS terhadap kondisi saat ini adalah,
1. Pemerintah Daerah dan DPRD harus menjadi contoh dalam melaksanakan Juklak Juknis PPDB yang nota bene dikeluarkan oleh Pemerintah dan DPR.
2. Pelanggaran Juklak-Juknis PPDB yang dilakukan oleh Oknum-Oknum Pemerintah dan Oknum-Oknum DPRD haruslah diminta pertanggungjawabannya di depan hukum.
3. Oknum-Oknum Pemerintah dan Oknum-Oknum DPRD berhentilah mengkampanyekan sekolah gratis. Lebih baik mengkampanyekan sekolah berkualitas dari pada sekolah gratis, karena kampanye sekolah gratis sesungguhnya merupakan pembodohan terhadap masyarakat.
4. Pemerintah harus berlaku adil terhadap Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta karena Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta sama-sama berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa.
5. Jikalau Pemerintah menginginkan Sekolah Swasta bisa berbiaya murah maka berikanlah bantuan finansial terhadap para guru di semua sekolah swasta sehingga sekolah-sekolah swasta hanya memungut sedikit biaya untuk pengadaan sarana prasarana dan lainnya.
6. Para guru PNS yang ada di sekolah-sekolah swasta jangalah ditarik ke sekolah negeri karena kehadiran guru-guru PNS tersebut sangat membantu Penyelenggara Pendidikan Swasta, khususnya dalam hal keuangan.
7. Jangan ada dikotomi antara sekolah swasta dan sekolah negeri.
8. Pemerintah hendaklah mengajak Penyelenggara Pendidikan Swasta sebagai patner dalam upaya mendidik anak bangsa.
9. Pemerintah Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Jauh sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia, penyelenggara pendidikan swastalah yang berjasa mendidik anak-anak bangsa Indonesia menjadi orang-orang terpelajar yang mampu memerdekakan bangsa Indonesia. Selanjutnya penyelenggara pendidikan swasta tak pernah berhenti berkontribusi terhadap Pemerintah dan Negara Kesatuan Repulik Indonesia dalam upaya mencerdaskan anak bangsa hingga saat ini, sampai suatu saat mungkin semua akan diambil alih oleh Pemerintah, jikalau memang Pemerintah sudah mampu.
10. Wahai Pemerintah, Jangan lagi ada dusta diantara kita. Sendiri berjanji tidak membuka gelombang kedua, kenyataannya melanggar sendiri. Sendiri berjanji tidak lagi membuka sekolah baru pada tempat dimana ada sekolah swasta di sekitarnya, lagi-lagi sendiri melanggarnya.
Cukup Sudah! Jangan berdusta lagi! (Tim)