Perdebatan yang terjadi di kedatangan International di Bandara Soekarno Hatta |
GATRADEWATA | NEWS | JAKARTA | Kejadian yang tidak menyenangkan dialami oleh keluarga Dewa Putu Sudarsana saat keluarga hendak pulang ke tanah air, saat dirinya berada dari Philadelphia (Amerika Serikat) kembali ke Indonesia dengan tujuan akhir Denpasar (Bali) via Doha ke Jakarta (penerbangan QR 956), Selasa (01/06/2021) waktu kedatangan Pukul 08.15 WIB, di Bandara Soekarno Hatta.
Ia juga menceritakan pengalamannya itu, "Sebelum kami boarding dari USA, Kami sangat mengapresiasi kecekatan pihak Qatar dalam penerapan aturan protokol Kesehatan Covid-19. Kami melakukan test PCR pertama (15.30 waktu USA) di USA sebelum naik pesawat yang kami telah ikuti sesuai aturan 72 jam sebelum terbang dengan hasil Negatif. Kemudian hasil itu keluar 2 hari sebelum terbang (27/05/2021), Penerbangan Jam 21.40 (USA) ternyata ditolak check In karena PCR tanggal 23 Mei dianggap expired 5 jam oleh petugas Qatar Bandara USA. sebelum terbang menuju Doha. Dengan itu kami harus test PCR ke 2 dengan juga merubah tiket dengan jadwal penerbangan yang baru, "terangnya panjang lebar.
Namun kejadian itu berbeda dengan penerapan Prokes setelah dirinya tiba di Bandara International Soekarno Hatta. Ia bercerita saat turun dari pesawat sebelum tiba line imigrasi suasana antrian sangat panjang dan tidak ada Prokes pengaturan jarak sesama orang penumpang lain, dan berkumpul di satu titik telah terjadi penumpukan sangat tinggi saat menuju line pengecekan data Kesehatan online yang sudah kami siapkan online dengan sistem eHAK INDONESIA barcode (passport kesehatan online).
"Dari sinilah mulai Prokes dilanggar yang sama sekali tidak ada pengaturan oleh mereka yang bertugas dan tidak ada penyekatan apalagi ada pengisian data-data manual yang berjubel dan itu seharusnya tidak perlu terjadi karena semua informasi sudah terekam dalam data online, kami sudah mengisi eHAK INDONESIA sebelum naik pesawat di USA, " ujar Dewa Sudarsana.
Ia menyesalkan dalam pengisian data secara manual itu, dirinya dan keluarga dikatakan harus menunggu selama berjam-jam dalam barisan antrian yang panjang tanpa ada batasan jarak sesuai aturan Prokes minimal 1 meter. "Petugas terlihat sangat minim antara 3 - 4 petugas dan meja dengan melayani 200-an orang penumpang dalam 1 line, bisa dibayangkan bagaimana suasana yang terjadi sungguh diluar harapan kami dan orang2 yg kebetulan dalam 1 penerbangan, " Sesalnya.
Hal lainnya juga diceritakannya bahwa hotel untuk karantina 5 malam 6 hari sudah dipesannya melalui tentu dengan informasi yang sudah disimak. Seperti yang diceritakannya Holiday inn Express Wahid Hasyim yang tidak dapat diterima karena semata-mata perbedaan harga, Informasi semacam ini tidak pernah ada di media Online. "Informasi Hotel tidak valid, mana hotel yang sudah bergabung atau yang sudah keluar sebagai hotel karantina. Saat kami booking online informasi yang kami dapat saat online masih status hotel karantina (data-data masih online, Hotel Holiday Inn Express Thamrin tanggal 27 Mei 2021 masih masuk dalam listing menjadi hotel karantina), tetapi informasi di kedatangan bandara sudah keluar, jadi booking kami pun tidak bisa dipakai dan kena biaya cancelation oleh pihak agent IHG.
Belum selesai penderitaan yang dialaminya dengan membooking kembali ke Wahid Hasyim selama 5 malam yang lagi-lagi seperti yang ia ceritakan karena perbedaan informasi harga yang tidak tertera secara online. Dengan ini dikhawatirkan adanya permainan mafia perdagangan booking hotel, karena data yang ada tidak valid.
"Kami tidak merasa nyaman karena passport milik kami diambil tanpa memberikan bukti penerimaan, ini kondisi yang lemah secara kami bila ada kehilangan dan resiko lain yang sangat berpotensi digunakan untuk hal-hal yang merugikan pemilik dokumen. Saya mendengar juga ada orang asing yang mengancam, If my passport lossed I will Kill You (Jika passport saya hilang saya akan bunuh kamu). Dalam prokes setahu saya tidak ada menahan passport oleh petugas Prokes dengan alasan khawatir kabur, "jelasnya.
Ia juga merasa curiga tentang penjualan hotel dan negosiasi harga yang langsung dilapangan di tempat kedatangan yang harusnya dapat dihindari karena aturan dilapangan sesuai prokes dengan mengurangi kontak fisik dan berkerumun. "Pemesanan hotel kami tidak dapat diterima dengan alasan yang tidak jelas, dan biayanya tidak jelas yang harusnya dipajang via online, itu mempermudah WNA dan WNI lintas negara untuk mengetahui biaya yang dipakai selama karantina, ini bisa menjadi jebakan batman bagi yang belum mempersiapkan budget yang sesuai" keluhnya.
Petugas polisi dan TNI AU harusnya lebih menerapkan pelaksanaan prokes, dari kedatangan menuju tempat karantina dan membantu memberikan informasi yg lebih baik bagi setiap orang yang tiba termasuk kami, "bukan mempersulit kami, "ketus Dewa Sudarsana.
Permainan seperti ini, seperti data hotel yang tidak valid serta jelas dan bolak-balik booking hotel membuat adanya celah permainan kotor yang dilakukan oleh oknum petugas. "Dari ini kami merasa dirugikan secara moral dan material, karena tidak tersaji informasi yang jelas dan ter-update, saya melakukan laporan seperti ini adalah bentuk dan cara kami menyayangi Republik yang kami cintai dan banggakan ini.
Oknum petugas polisi yang bernama Heru dan Saipul di Bandara International dan khususnya petugas yang dianggap over acting (berlebihan) dalam melaksanakan tugas negara, "ini terkesan sangat tidak profesional, kesan menakutkan bagi orang asing dan kami. Karena sepengetahuan kami Covid-19 bukan takut sama petugas polisi dan tentara tetapi dengan prokes yang ketat dan kehadiran mereka dalam menerapkan prokes dilapanganlah yang efektif menjaga dari Covid-19 dan klaster baru, " keluhnya.
"Kami harus menghabiskan waktu selama 7 jam belum lagi perlakuan petugas yang terkesan emosional, berlebihan dan tidak manusiawi. Belum lagi kerugian secara finansial akibat hotel yang telah di booking harus kita cancel karena kondisi yang tidak valid, "pungkasnya.
Pengaduan yang dilayangkan oleh Dewa Sudarsana dari layanan online Whatsapp Menkes RI telah mendapatkan respon, "Terimakasih telah menghubungi layanan Halo Kemenkes. Terkait pengaduan yang bapak sampaikan telah kami teruskan ke unit KKP untuk dapat ditindaklanjuti, hal ini sudah direspon oleh Beliau dan akan dilaporkan kepada Kepala Kantor KKP. Pihak KKP mengucapkan permintaan maaf dan prihatin atas kejadian yang menimpa keluarga bapak. Mengenai SE no 8 th 2021 akan kami kirimkan pdf nya. Salam sehat (Ray)
.............
I Dewa Putu Sudarsana
sudarsanaidp@gmail.com