I Made Mariata, Warga Masyarakat yang menjadi korban kasus tanah BPD Bali |
Berita sebelumnya, (KLIK UNTUK LINK)
1. BPD Bali Kuasai tanah warga yang telah bersertifikat lebih awal
2. Aneh ! Polemik 2 sertifikat mulai dipertanyakan
3. Muncul nama baru, kasus tanah jalan Gadung makin misterius
4. Warkah tanah tidak bersifat rahasia, BPN Denpasar tak dapat diklarifikasi!
5. Sengketa tanah BPD Bali perlu penelitian lebih dalam, 1 lokasi 3 sertifikat
6. Laporan tanah yang diklaim BPD Bali, Poresta masih lidik dan sidik
8. Ombudsman minta polisi selidiki tanah diklaim BPD Bali
9. Warga melawan BPD Bali, Polisi SP3
GATRADEWATA NEWS | DENPASAR | Polemik perebutan tanah seluas 3,85 are yang hendak dikuasai oleh BPD Bali mendapatkan perlawanan yang gigih oleh keluarga I Made Mariata. Pasalnya BPD Bali yang memenangkan kasus tersebut di tingkat Mahkamah Agung (MA) No 2234 K/DPT/2017, pihak keluarga Mariata kembali melakukan perlawanan dengan melayangkan pengayoman hukum kesemua instansi terkait.
"Saya sudah layangkan surat pengayoman hukum, tetapi sebagai orang Bali saya salah kalo tidak berjuang melawan tanah leluhur saya sendiri. Tetapi hukuman buat yang membantu merampas itu akan menuai karma buruk, "ujar Mariata, Minggu (16/05/2021), di Kediamannya, di Denpasar.
Ia menceritakan kronologis asal muasal permasalahan itu (simak video), disana ia mengatakan bahwa BPD Bali tidak pernah bisa memperlihatkan warkah yang bisa dibandingkan dengan warkah yang saya miliki. Banyak kejanggalan yang diabaikan disana oleh banyak pihak, misal saja seperti yang diutarakan olehnya bahwa bagaimana bisa seorang direktur memiliki tanah dari nasabah yang telah di lelang? alurnya harusnya tercatat jelas. "Bagaimana bisa direktur BPD Bali yang memperoleh sertifikat tersebut dan kemudian dikuasai oleh BPD Bali bukan ke ahli waris? Lalu orang yang dikatakan yang memiliki versi dia (BPD Bali) adalah orang Tabanan pada awalnya, ini kan sudah menjadi tanda tanya besar, "imbuhnya kala itu.
Benar saja bahwa orang Bali itu terkenal memiliki sanggah (tempat suci leluhur di pekarangan rumah) yang terbangun lama. Disana merupakan tanda keleluhuran atau asal muasal dirinya dan keluarga secara turun temurun, maka akan terlihat jelas bila ditelusuri dengan baik tidak ada unsur kebohongan.
"Saya bersama keluarga berharap adanya keadilan, saya akan tetap jaga tanah itu, kami masih menguasai tanah itu. Kami akan jaga tanah leluhur kami, "tekannya.
Keadilan haruslah berpihak kepada kebenaran, apalagi sebuah instansi besar yang notabene tidak ada masalah bila melibatkan tanah yang tidak cukup luas itu. Tetapi bagi seseorang yang memang hidup disana sejak lama pastilah sangat berarti. "Lucu, saya dengar bila BPD Bali mendapatkan hibah dari tanah negara, itu bukan wilayah tanah negara, tanah negara biasanya beberapa luas kaplingan, ini cuma 3,85 are. Dan lagi tanah kami sudah bersertifikat yang dikeluarkan oleh BPN, "herannya.
Ia juga menerangkan bahwa dasar sertifikat dari BPD Bali itu tidak berdasar, ia juga menambahkan bahwa BPD Bali yang merupakan instansi besar dan dirinya hanya rakyat biasa tentu tidak berdaya melawan. "Yang anehnya adalah laporan saya di kepolisian, saya tanya selalu menunggu warkahnya dari BPD Bali, kalo 2 bulan 3 bulan tidak apa-apa, ini laporan saya dari 2015, kemudian 2020 akhirnya di SP3, "terangnya.
"Kami hanya menanyakan dasarnya dari dikeluarkannya sertifikat untuk BPD Bali itu apa? Biar kami jelas! Kami menerima sertifikat ini berdasarkan undang-undang dan saksi desa bahwa kami menempati secara turun temurun. Ini sudah jelas, warkah jelas asal muasal tanah itu jelas, kok sekarang ada muncul sertifikat yang dasarnya dari sejarah tanah jalan kamboja. Saya lakukan ini karena saya gak ingin masyarakat Bali lainnya mengalami kondisi seperti saya, "pungkasnya. (Ray)