Jumat, 16 April 2021

Webinar 'Cerdas Berdemokrasi' 2, tekankan Cinta dan Naluri dalam berita

 

Webinar 'Demokrasi Cerdas', di Discovery Kartika Plaza Hotel, Kuta, Bali

GATRADEWATA NEWS | BADUNG | Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya, Perangkat, dan Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Puslitbang SDPPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Dwi Dianingsih, S.Sos., M.Si.,  Koordinator Informasi dan Komunikasi Politik dan Pemerintah membuka Webinar ‘Cerdas Berdemokrasi’ seri kedua (Bali) di Discovery Kartika Plaza, Kuta, Bali, Kamis (15/04/2021).

Dirigen lagu Indonesia raya 

Dwi Dianingsih dalam sambutannya menjelaskan bahwa, "Webinar ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan mendorong perubahan perilaku para awak media agar positif dan penuh cinta kasih dalam pemberitaan media massa untuk kerukunan masyarakat, bangsa, dan Negara, "ucapnya yang telah melakukan roadshow webinar pertama di kota Malang dan rencana selanjutnya akan diadakan di Pekanbaru.

Acara tersebut dipandu oleh Algooth Putranto yang merupakan alumnus Universitas Udayana dan merupakan dosen Ilmu Komunikasi  Universitas Bakrie, dengan tema  'Jaga Berita, Jaga Cinta, Jaga Indonesia' dengan menghadirkan 4 narasumber Prita Laura (Tenaga Ahli Madya Kedeputian Informatika dan Komunikasi Publik Kantor Staf Presiden), Mayong Surya Laksono (Anggota Dewan Pengawas  LKBN Antara) , Heru Margianto (Redaktur Kompas.com) dan Dwitri Waluyo (Redaktur Pelaksana Portal infopublik.id).

Prita Laura mengatakan di era yang baru dalam tatanan sistem informasi yang berubah, disrupsi digital (sebuah lompatan perubahan dari sistem lama ke cara-cara baru) menjadi era yang penuh tantangan, rumit dan sulit dikendalikan. Menurutnya media telah mengalami ekologi (interaksi lingkungan) yang telah berubah, seperti memprioritaskan kecepatan berita bukan keakuratan, fenomena clickbait, news agregator, Sosmed, Pandemi dan pseudo journalism (jurnalisme semu). 

"Saat ini masyarakat sulit membedakan antara opini seseorang atau news dalam suatu produk jurnalis. Jadi masyarakat lebih percaya informasi semu (hoax) daripada informasi yang berbasis data (pengetahuan yang benar), dan ini berkembang pesat di medsos, dan itu dapat mendistorsi (gangguan atau penyimpangan) dalam diri kita, "ujarnya, yang mungkin perlu diingat bahwa jurnalisme roh dasarnya adalah semangat freedom of speech (bebas bicara), dan itu juga tak dilarang pintanya tetapi mesti menggunakan hati (cinta) untuk NKRI.


Kemudian Mayong Suryo Laksono yang mengaku memiliki 34 biro LKBN (Lembaga Kantor Berita Nasional) Antara, lembaga ini merupakan kantor berita di Indonesia, yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Ia menekankan bahwa saat ini Antara, info publik dan publikasi kominfo tidak akan main di ranah hoax, desas desus, fitnah tetapi lebih mengedepankan pengetahuan yang benar, perspektif yang benar dan tidak bisa disamakan dengan pemberitaan di medsos yang diberitakan oleh semua orang, "karena semua orang dapat menjadi wartawan atau pewarta yang kerap ada di media massa dan media sosial yang ada, "ujarnya.

Ia juga menjelaskan juga bahwa harus adanya prinsip - prinsip jurnalistik yang harus digunakan dalam membuat suatu narasi di dunia maya, agar ini tidak menjadi isu yang merugikan karena keberadaan informasi yang salah. "Wartawan harus selalu melakukan rambu-rambu lebih ketat untuk kualitas kelayakan sebuah berita bisa naik atau tidak, "tekannya dalam acara webinar tersebut.


Lalu dalam menyikapi demokrasi cerdas di era disrupsi digital, Heru Margianto yang guyonannya mengakui lebih tambun dan independen dari narasumber lainnya, menyoroti Kebutuhan media digital yang mengantungkan diri pada jumlah klik. Ia mengakui bahwa wartawan media digital harus memiliki berita yang clickable atau memiliki daya klik. Tetapi dirinya tetap menghimbau wartawan yang hadir bahwa mendulang klik harus tetap tanpa konflik. 
Ia juga menambahkan dalam penjelasannya bahwa clickable berbeda dengan clickbait, kalo clickable adalah menyediakan data yang akurat yang dapat menjadi minat atau daya tarik buat audiens, sedangkan clickbait lebih cenderung kepada pembohongan atau tidak sesuai dengan berita yang akan ditayangkan. "Clickbait dapat menurunkan kredibilitas media yang digunakan dan saya tidak menyarankan hal itu, "jelasnya.

Sedangkan Dwitri Waluyo menjelaskan hal yang sangat dibutuhkan Bali yang merupakan destinasi pariwisata. Ia memberikan beberapa contoh judul yang bombastis mengenai erupsi Gunung agung 2017 lalu, dengan judul yang menakutkan akan membuat pembaca bahkan pemberitaan asing bisa mengutip pemberitaan yang menakutkan itu yang dapat mengakibatkan turun drastisnya tamu yang akan ke Bali. "Pemberitaan itu dapat tetap ditayangkan tetapi mengubah narasi menjadi lebih sejuk, seperti Gunung Agung meletus tapi masih dalam kondisi normal, tidak menakutkan pembaca yang berakibat pada hilangnya tamu dan wisatawan yang akan berlibur ke Bali, tentu ini dapat merugikan masyarakat Bali sendiri, "jelasnya, tetapi dwitri mungkin tidak menyimak terlalu dalam ke Bali, berita bergelimang air mata juga diperlukan untuk mendulang dana bantuan bagi yayasan yang kadang mereka sendiri menggunakan media sebagai partnership mereka. (Ray)

Lecehkan Media Grassroot, Wilson Lalengke Laporkan Kapolres Pringsewu ke Divisi Propam Polri

  Jakarta – Kapolres Pringsewu, AKPB Yunus Saputra, kembali berulah. Setelah beberapa waktu lalu dia dikecam keras karena melarang kepala s...