GATRADEWATA NEWS| DENPASAR | Kondisi masyarakat Bali pasca pandemi Covid-19 mengalami tekanan krisis multidimensi. Pandemi Covid-19 yang sudah setahun lalu yang sampai saat ini belum tahu kapan akan berakhir, mengakibatkan krisis ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan bahkan menimbulkan tekanan psikologis yang sangat serius bagi semua kalangan masyarakat.
Yang diketahui kemampuan dari pemerintah dalam mengatasi krisis multidimensi ini sangat terbatas. Oleh karenanya, para pejabat, baik di eksekutif, legislatif dan yudikatif mesti memiliki sense of crisis dengan menyisihkan penghasilan 30 % persen per bulan untuk mengatasi krisis ekonomi dan ancaman kelaparan masyarakat.
Demikian terungkap dalam rapat online Divisi Pawongan yang dipimpin Ketua Divisi Pawongan Paiketan Krama Bali, I Made Perwira Duta, S.S, Senin (22/2) malam.
Tekanan ekonomi yang dialami masyarakat Bali termasuk yang paling serius di Indonesia yakni mengalami pertumbuhan minus 9-12 persen. Krisis ini diakibatkankan oleh matinya industri pariwisata yang selama ini “menghidupi” hampir seluruh masyarakat Bali.
Dampak serius dari bangkrutnya pariwisata Bali akibat kebijakan pemerintah menutup pariwisata untuk mencegah penularan Covis-19 saat ini telah merembet ke seluruh aspek kehidupan masyarakat Bali.
“Persoalan yang sangat serius ini akan terus terjadi sepanjang pariwisata Bali belum dibuka oleh pemerintah. Kapan pariwisata Bali akan dibuka ? Itulah yang belum pernah jelas” ujar Ketua Umum Paiketan Krama Bali, Ir. A.A. Putu Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc, Ph.D yang juga Ketua Pusat Unggulan Pariwisata Universitas Udayana.
Untuk mengatasi tekanan ekonomi bagi kalangan masyarakat Bali menengah ke bawah khususnya yang hidup dari penghasilan harian, Pembina Umum Paiketan Krama Bali, Ida Rsi Wisesanantha mengusulkan agar para pejabat menyisihkan 30 persen penghasilannya setiap bulan untuk disalurkan kepada masyarakat yang kehilangan penghasilan agar bertahan hidup sehingga terhindar dari ancaman kelaparan.
Menurut Pandita yang juga steering committee Gema Perdamaian ini, krisis ekonomi yang sangat serius selama setahun ini telah menimbulkan krisis sosial dan multidimensi yang telah mengakibatkan angka kemiskinan meningkat tajam akibat munculnya orang miskin baru akibat kehilangan pekerjaan.
Bendahara Umum Paiketan Krama Bali yang juga Baga Ekonomi Bidang Kerjasama Adat Majelis Desa Adat (MDA), Ir. Anak Agung Ketut Sujana, MBA menambahkan. tekanan psikologis yang dialami masyarakat Bali membutuhkan perhatian pemerintah dan para pejabat, tak hanya bantuan sosial melalui bantuan langsung tunai (BLT) dari pemerintah pusat.
Para pejabat daerah di Bali juga perlu menyapa masyarakatnya, menanyakan keadaan dan memberikan motivasi untuk mencegah keputusasaan masyarakat akibat kehilangan pekerjaan selama setahun, terutama mereka yang bekerja di sektor pariwisata.
“Pejabat menyapa masyarakat ini menurut saya perlu dilakukan agar masyarakat merasa memiliki pemimpin” ungkap A.A Ketut Sujana.
Paiketan Krama Bali segera mengagendakan Focus Group Discussion (FGD) untuk merumuskan solusi terhadap krisis ekonomi yang dialami masyarakat Bali termasuk mengusulkan pemotongan penghasilan para pejabat 30 persen untuk disalurkan kepada masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan tidak berpenghasilan agar bisa bertahan hidup.
FGD direncakan akan di-host oleh Departemen Pariwisata Paiketan Krama Bali. Partisipasi para pemuda sangat diperlukan untuk ikut mengatasi krisis sosial ekonomi ditawarkan oleh Ketua Departemen Pemuda dan Kaderisasi, I Kadek Adnyana, S.S.
Generasi muda yang sebagian besar waktunya habis untuk online perlu diarahkan pada kegiatan ekonomi berbasis digital. Adnyana mengaku telah melibatkan generasi muda dan para tokoh pemasaran untuk menyelesaikan program pasar online produk-produk pertanian dan kebutuhan yang selama ini belum digarap secara serius oleh para pemuda Bali. “Dengan teknoligi digital, saya ingin membuktikan bahwa generasi muda pun mampu melewati krisis ini dengan baik, "pungkasnya. (Tim)