Dewa Putu Sudarsana |
GATRADEWATA NEWS|DENPASAR| Kekisruhan yang terjadi antara semeton (persaudaraan) Bali yang terjadi belakangan ini membuat Dewa Putu Sudarsana angkat bicara. Ia menuliskan dalam akun facebooknya (12/11) untuk mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi, ini ia lakukan pastilah karena rasa cintanya pada Bali.
Dengan berbekal Panganjali yang ditujukan kepada yang tertulis disana 'Om Swastiastu' Saudaraku, membuat kita memahami arti persaudaraan Bali yang sesungguhnya. Ia berujar bahwa, "inilah jadinya adat dijadikan Benteng Agama Hindu, ?? Bukankah Agama Hindu harusnya dijadikan benteng ? setiap manusia Hindu baik hidup di bali maupun diluar bali ?"
Di sana Ia juga mengilustrasikan bahwa bila saja kita melihat orang durè/luar Bali (durè negara) memakai Pakaian adat Bali, (pintar nabuh/megambel, pintar ngigel/nari, masyarakat bali pastilah bangga?, "Padahal mereka sesungguh belum tentu megama Bali, "tulisnya di akun tersebut.
Ia juga menambahkan ilustrasi yang bikin kita terdiam sejenak, "Tetapi ketika orang Bali memakai pakaian adat budaya lain mengapa mereka harus dicaci maki ? sebagaian masyarakat langsung bereaksi,
Seharusnya kita berpikir hitam putih, benar salah, 2 hal yang tidak bisa dipisahkan dalam melaksanakan 'swadharma' (Jalan) hidup, "jelasnya.
Iya juga melontarkan pertanyaan yang kita wajib renungi dan mungkin kita tak sadari dengan mengatakan bahwa Siapa yg bisa menggaransi Bali tidak akan berubah ? 'Shang' waktu akan merubah semua itu, karena yg paling kekal adalah perubahan.
"Lihat anak-anak Bali sekarang dari anak-anak Tk, SD, SMP, SMA lanjut sampai kuliah,Gadget, (dunia sudah ada ditangan mereka) dg berbagai informasi yg mereka dapat setiap waktu. Apa yg bisa dilakukan oleh MDA dan PHDI ?, "tanyanya.
Ia juga mencontohkan bahwa banyak juga semeton Bali mulai keluar dari tradisinya seperti Ngaben mereka memilih Kremasi , apakah Kremasi budaya Bali ? , "inilah pilihan-pilihan yang tidak bisa kita hindari dan akan terjadi perubahan2 itu seiring berjalannya waktu,"ujarnya disana.
Yang menarik adalah ia juga sedikit menyentil adanya dengan pepatah 'udang di balik batu' (sesuatu yang disembunyikan), "Ketika Adat dipakai alat untuk mencari panggung dan dipakai alat menyerang dan menjatuhkan seseorang seperti AWK oleh oknum-oknum MDA maka berakibat fatal seperti yang terjadi sekarang, "ujarnya yang sepertinya itu sebuah kritik membangun.
Ia juga mencoba membangun opini bahwa Majelis Desa Adat (MDA) bersama-sama PHDI harus bijaksana menyikapi berbedaan ini dan wajib mengulurkan tangan, kepada siapapun manusia Hindu Bali yg pernah keliru, salah ucap, karena kita semua tidak luput dari salah dan dosa ucapnya.
"Seharusnya masalah yang besar dikecilkan, yang kecil dihilangkan, kembali kepada ajaran kita mulet sarira (interopeksi diri) ajaran magama bali, Tat twam asi, Ahimsa dan dan lainnya, "ungkapnya dalam tulisan tersebut.
Dalam pandangannya ia juga melihat fenomena yang terjadi di bali sudah semakin kelam baik bisnis, serta toleransi sesama wangsa (keturunan) Bali sendiri, semua ingin tampil mencari panggung saling menghujat mencari kebenaran, menekan yang dianggap salah, belum tentu benar akan selalu menang dan salah akan kalah dalam magama bali, karena ke 2 nya akan di uji oleh 'shang' waktu, oleh hukum yg lebih tinggi hukum niskala, jika 2 perbedaan ini disatukan dalam kesadaran HARMONY ( Damai/Shanti) akan menjadi indah dan kuat berbeda tetapi dalam satu tujuan DAMAI/ SHANTI.
"Jika 2 perbedaan ini bersatu, siapun yang ingin menenggelamkan agama Hindu dari setiap sosok manusia Bali dengan 'pancer' (berpusat) nya adat dan budaya tidak akan mampu, karena magama Bali sudah 'sidi sida sidaning don' dalam diri, menyatunya Shang Pencipta dengab Atma dalam diri (Tunggal) tentu harusnya PHDI dan MDA harus bersikap bijaksana (bukan sebagai JPU atau Hakim untuk menghakimi dan menghukum seseorang) termasuk AWK,"ujarnya dalam tulisannya.
Jadi ia menuliskan juga kata-kata yang menjadi renungan bersama bahwa Kita wangsa Bali tidak perlu khawatir dimanapun manusia magama bali tinggal, di bali diluaran sana akan tetap teguh akan jati dirinya (keyakinannya).
Tidak perlu khawatir dengan diluaran sana yg ingin merusak, menghancurkan magama bali yg ingin menguasai secara politik, ekonomi, agama dan budaya tidak akan berhasil. "Ini harusnya menjadi attensi/goal MDA dan PHDI ! bukan menjatuhkan AWK atau melengserkan AWK, "tulisnya.
JASMERAH ; jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Tanpa kita sadari Politik 'Devide et impera' (pecah belah) sedang bekerja untuk menghancurkan agama Hindu, adat dan budaya Bali kita sendiri dari dalam diri oleh oknum-oknum tanpa kita sadari manusia magama bali akan rapuh dengan kepecayaannya, "Pelan-pelan dan semakin dalam, jika magama Bali dan adat dipakai alat utk menekan sesama semeton Bali dengan menerapkan sanksi-sanksi (seperti roya, pemecatan, pengusiran dari wilayah adat sudah tidak relevan /ideal lagi di jaman yang banyak memberikan pilihan-pilihan yang lebih mudah, ekonomis, tanpa mengurangi hakekat, untuk mencari jalan pulang yg sungguh Nya. Om svaha, "tutupnya dengan emoticon hormat yang pasti ditujukan kepada semeton yang mau membaca pesan yang ingin ia sampaikan. (Ray)