|
Misterius ! Sertifikat ganda |
GATRADEWATA NEWS | DENPASAR | Polemik sengketa sebidang tanah seluas 3.85 are di Jalan Gadung, Dangin Puri Kangin Denpasar Timur antara Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali dengan pihak warga yang mengaku sebagai ahli waris, sepertinya belum akan menemukan titik terang, justru sebaliknya, semakin misterius dan menguat indikasi ada masalah serius di baliknya.
Pasalnya, belakangan muncul satu nama baru diungkapkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Denpasar sebagai pemilik awal tanah yakni I Gede Nyoman Alit. Ia dikatakan sebagai pemilik awal tanah, dengan surat Hak Milik No. 40 tahun 1966, sebelum hak tanah itu dialihkan kepada IB. Astika Manaba (almarhum) melalui proses jual-beli.
I Ketut Semara Putra, Plh. Kasubag Tata Usaha (TU) BPN Denpasar (dulu BPN Badung) ditemui di kantor BPN Denpasar, Rabu (30/9), menjelaskan pada tahun 1980 terjadi pengalihan hak tanah itu dari Gede Nyoman Alit kepada IB. Astika Manuaba, yang tak lain, Astika Manuaba saat itu adalah Direktur Utama (Dirut) dari BPD Bali.
"Jadi ini awalnya sertifikat HM (Hak Milik) dari tahun 1966, saat itu atas nama I Gede Nyoman Alit. Kemudian tanah ini dijual kepada Ida Bagus (IB) Astika Manuaba tahun 80' (1980). Kemudian dari IB. Astika Manuaba ada pengalihan hak ke PT Bank Pembangunan Daerah Bali (BPD)," paparnya.
I Ketut Semara Putra mengungkapkan keterangannya tersebut merujuk pada penjelasan isi Putusan Perdata MA No. 2234 K/DPT/2017. Namun sayangnya, saat ditanya siapa dan dari mana asal I Gede Nyoman Alit tersebut, Ketut Semara Putra tidak dapat menjelaskan.
Ketut Semara Putra juga tidak menjelaskan apa dasar pengalihan hak tanah tersebut dari Astika Manuaba kepada BPD Bali tahun 1980.
Ia pun nampak tergesa-gesa sehingga tidak memberikan cukup kesempatan kepada awak media untuk bertanya. "Kalau itu (siapa dan dari mana asal I Gede Nyoman Alit) saya belum tau, saya gak memeriksa sampai situ," katanya sambil bergegas pergi.
Pada laporan sebelumnya, pihak BPD Bali juga tidak dapat menjelaskan bagaimana kronologis BPD Bali dapat memiliki sertifikat tanah tersebut, sehingga tidak diketahui apa dasar BPD Bali memiliki sertifikat atas nama IB. Astika Manuaba pada tahun 1980. Tidak diketahui, apakah dari agunan pinjaman, hibah, atau lainnya.
Kepala Divisi Umum dan Kesekretariatan BPD Bali, IB Gede Ary Wijaya Guntur dan Kepala Divisi Hukum BPD Bali, AA. Gede Bagus Purnawan beberapa waktu lalu menyatakan pihaknya tidak dapat menjelaskan kronologis dengan alasan pemilik awal dan juga istrinya sudah meninggal.
Dikonfirmasi terpisah, I Kadek Mariata selaku perwakilan keluarga ahli waris pun mempertanyakan siapa I Gede Nyoman Alit yang disebutkan oleh Ketut Semara Putra tersebut, menurutnya, jika benar telah ada sertifikat atas nama itu sejak 1966, mengapa tidak pernah ada pihak atas nama itu yang menempati atau mengurus tanah tersebut.
"Terus I Gede Nyoman Alit itu siapa (?). Orang dari mana, pernah gak dia mengurus tanah itu (?). Kalau dia mengaku punya tanah itu, pernah gak dia menempatinya atau mengurusnya (?)," tanyanya. "Kalau kami jelas, silahkan cek warga di lingkungan sana, sejak dulu tanah itu keluarga kami yang punya," tanyanya.
Selain itu, menurutnya alasan yang disampaikan atas dasar mengklaim tanah itu dinilai plin-plan. Sejak awal katanya, alasan yang disampaikan berubah-ubah. "Awalnya dibilang sertifikat Astika Manuaba dari permohonan tanah negara, kemudian berubah dikatakan hibah, kemudian berubah lagi dikatakan dari konversi, terus sekarang dikatakan dari jual-beli, kok plin-plan," ketusnya.
Terpenting menurut Kadek Mariata adalah warkah nya. Maka ia pun menantang pihak BPN Denpasar untuk menunjukan warkah I Nyoman Gede Alit. "Jika benar I Nyoman Gede Alit ini memiliki warkah, siapa aparat setempat yang memberikannya," katanya.
Selain itu, di dalam warkah, katanya lagi, dapat dilihat ada silsilah, di mana riwayat kepemilikan tanah tidak akan bisa keluar dari silsilah tersebut. "Makanya, Gede Alit ini dikatakan yang pertama punya tanah itu dasarnya dari mana. Warkahnya dia punya gak, kalau punya silsilahnya dari mana dia, hingga bisa punya tanah itu dari mana," ujarnya.
"Misal, orang Denpasar bisa saja mengaku punya warisan di Singaraja dan bilang dari Banjar A di Singaraja, bikin KTP alamat di sana, tapi ketika ditanya dari keluarga mana di banjar itu, dia tidak akan bisa bohong. Saya turun temurun tinggal di sana (tanah disengketakan), tidak pernah dengar ada nama Gede Alit tinggal di sana. Sekarang, tunjukkan warkah Gede Alit akan kami kejar," tegasnya menandaskan. (Tim)