Jumat, 14 Agustus 2020

Sengketa Tanah di Amed, Kuasa Hukum Rundung Ajukan Banding ke Pengadilan Tinggi DENPASAR

I Nengah Suwenten, anak Rundung (kiri) didampingi salah seorang kuasa hukumnya saat ditemui di PT Denpasar, Rabu (12/8). 
GATRADEWATA NEWS | KARANGASEM | Sengketa tanah yang ditempati keluarga I Ketut Rundung di Banjar Dinas Amed, Desa Purwakerthi, Kecamatan Abang, Karangasem berlanjut. Setelah diputus kalah dalam peradilan di Pengadilan Negeri (PN) Amlapura, pihak Rundung menempuh upaya banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar. Permohonan banding pun telah didaftarkan.

I Nengah Suwenten, anak Rundung mengatakan ayahnya menyerahkan sepenuhnya proses hukum ini kepada kuasa hukum. Ia menaruh harapan besar kepada PT Denpasar nantinya dapat memberikan keadilan. “Kami hanya minta keadilan. Semoga diberikan jalan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” ucap Suwenten, saat ditemui usai melakukan “matur piuning” di Padmasana PT Denpasar, Rabu (12/8). Kuasa hukum Rundung, I Made Sumantara, SH, mengatakan sangat kecewa dengan hasil putusan hakim di PN Amlapura. Menurutnya, keputusan hakim tidak mencerminkan keadilan, sebab mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

Peta blok dari BPKAD Karangasem, terkait tanah yang disengketakan di Amed.
Faktanya, tanah yang ditempati I Ketut Rundung yang berbentuk persegi empat memanjang dengan luas 7.992 m3 (SPPT PBB NOP: 51.07.051.012.014-0114.0). Tanah tersebut sangat berbeda dengan tanah milik keluarga I Ramia (penggugat) yang berbentuk ‘kapak’ atau huruf ‘L’ dengan luas 8.150 m3 (SPPT PBB NOP: 51.07.051.012.014-0024.0). “Meski SPPT Rundung kemudian dibatalkan, tetapi faktanya dua objek ini berbeda,” ujarnya. Sumantara menguraikan, ketika dilakukan pemeriksaan setempat (PS) tanggal 12 Juni 2020, sebenarnya kepala dusun pun sudah menyampaikan bahwa tanah yang ditempati I Rundung berbeda dengan tanah yang dimiliki I Ramia.

“Di dalam PS, hakim hanya menilai dari tanah I Ketut Rundung. Kami sebagai kuasa hukum sudah mengarahkan majelis hakim untuk memeriksa juga tanah I Ramia, tapi tidak dikabulkan oleh majelis hakim,” ujarnya.


Lanjut dijelaskan, dasar keputusan dari PN Amlapura adalah dengan dicabutnya SPPT atas nama I Ketut Rundung. Tetapi, kesaksikan dari Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Karangasem yang mencabut SPPT Rundung, saksi hanya bisa mengutarakan secara lisan di ruang persidangan. “BPKAD tidak bisa membuktikan secara tertulis bahwa memang benar-benar dengan dicabutnya SPPT di atas tanah I Rundung, maka tanah itu adalah milik penggugat atau I Ramia. Dugaan kami, bahwa dengan dicabutnya SPPT I Ketut Rundung, itu terjadi kekosongan di sana, tidak ada pemiliknya,” paparnya.

Kuasa hukum I Made Sumanata Yasa, SH, menambahkan, berdasarkan sejumlah kesaksikan, kliennya sudah menempati tanah itu ratusan tahun. Fakta lainnya, di atas tanah itu berdiri sejumlah bangunan, di antaranya rumah yang dibangun oleh Rundung tahun 1975 dan bekas penampungan air dibangun tahun 1973. Bangunan terbaru sekitar tahun 2015. Selama itu, tidak pernah ada yang keberatan.

Di objek tanah itu pula keluarga I Rundung melakukan upacara keagamaan seperti pernikahan dan kematian, dan tidak ada yang mempermasalahkan. “Faktanya pula, Rundung tidak pernah memberikan atau membagikan hasil dari tanah ini kepada pihak lain. Jadi, ini bukan tanah garapan,” tegasnya. Terkait sengketa tanah ini, kuasa hukum pernah meminta perlindungan hukum ke Polres Karangasem. Polisi kemudian melakukan investigasi ke BPKAD, ternyata ditemukan bahwa di dalam peta blok BPKAD, pada pekarangan yang ditempati I Rundung belum ada peta blok. “Tapi kenapa BPKAD memberikan keterangan di persidangan bahwa peta blok yang berbentuk ‘L’ atau ‘kapak’ itu ada di peta blok tanah segi empat panjang yang dikuasai oleh I Rundung? Ini kan suatu kebohongan,” ujarnya. Lebih jauh Sumanata menerangkan, upaya pensertifikatan tanah yang ditempati I Rundung oleh keluarga I Ramia, sebenarnya sudah pernah ditolak oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karangasem.

Penolakan itu karena adanya pencabutan tanda tangan oleh kepala dusun, perbekel, dan camat pada surat sporadik tertanggal 16 Juli 2018, yang diajukan oleh I Wayan Kebon (keluarga I Ramia). Dalam surat pernyataan itu ditegaskan pula bahwa objek SPPT yang dimiliki keluarga I Ramia bukan atau tidak sama dengan tanah yang ditempati I Rundung. “Putusan sidang di PN Amlapura satu pun tidak ada mempertimbangkan kesimpulan dan bukti-bukti yang kami tunjukkan. Ini yang sangat kami sayangkan sekali. Semoga dalam proses banding ini, Pengadilan Tinggi memberikan suatu keadilan, benar-benar fair, melihat fakta-fakta di lapangan,” harapnya. (RK)

Lecehkan Media Grassroot, Wilson Lalengke Laporkan Kapolres Pringsewu ke Divisi Propam Polri

  Jakarta – Kapolres Pringsewu, AKPB Yunus Saputra, kembali berulah. Setelah beberapa waktu lalu dia dikecam keras karena melarang kepala s...