|
Semoga ditabahkan keluarga yang ditinggalkan |
GATRADEWATA NEWS | NUSA TENGGARA BARAT | Seorang ibu muda harus merasakan sakit hati yang dalam akibat kehilangan seorang bayi yang dikandungnya. Penanganan yang tidak serius akibat harus melewati rapid test saat hendak akan melahirkan.
I Gusti Ayu Arianti(23), warga Lingkungan Pajang, Kelurahan Pejanggik, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menurut pengakuannya merasa kecewa terhadap penanganan pihak dari RSAD Wira Bhakti Kota Mataram, yang dikutip dari klik
kompas.tv, pada Selasa (18/08).
Kesigapan yang dilakukan pihak rumah sakit tersebut terhadap seorang ibu yang hendak melahirkan bisa dikatakan lamban, yang mengakibatkan seorang bayi meninggal dunia. Bukannya seorang Ibu ini ditangani dengan segera tetapi malah terbentur oleh regulasi yang memintanya harus melakukan rapid tes, yang sebetulnya tes tersebut tidak bisa secara langsung menyatakan seseorang terkena Covid-19.
Air ketuban yang sudah pecah dan banyak mengeluarkan darah, sementara fasilitas rapid tes di sana tidak tersedia, “Ketuban saya sudah pecah, darah saya sudah banyak yang keluar dari rumah, tapi saya tidak ditangani. Kata petugas saya harus rapid tes dulu, tapi di RSAD tidak ada fasilitas rapid tes, saya diminta ke Puskesmas untuk rapid tes, " jelas Gusti Ayu pada Kamis (20/08).
Rudy Prasetya (24) yang merupakan suami dari Gusti Ayu dikatakan sangat kecewa terhadap tindakan rumah sakit tersebut yang tidak segera melakukan pertolongan, hang mengakibatkan Ia harus kehilangan bayinya. "Saya kecewa, kenapa prosedur ketika akan melahirkan tidak diberitahu bahwa wajib membawa hasil rapid tes, karena saat kami memeriksakan kandungan menjelang melahirkan tidak ada pemberitahuan seperti ini, "ujarnya memendam kecewa.
Gusti Ayu bersama suami dan ibunya Jeto Fatmawati dengan segala pertimbangan awalnya, ingin putri serta cucunya lahir di sana, tapi malang musibah yang tidak diinginkannya terjadi. Ini berawal dari selasa (18/08) pagi, saat Gusti Ayu merasakan sakit di perut dengan cairan yang keluar cukup banyak disertai dengan darah.
Namun setelah memberitahukan petugas disana, petugas disana malah menyuruh melakukan rapid tes di luar rumah sakit, karena tidak ada fasilitas rapid tes di Rumah Sakit tersebut.
"Mereka mengharuskan saya melakukan rapid tes, dan menolak untuk melihat dulu kondisi kandungan saya ini. Mereka minta saya ke puskesmas terdekat dengan tempat tinggal saya, "ungkap Gusti.
Ia juga mengungkapkan sesalnya dengan sikap petugas yang tidak mau dan bersedia memeriksanya dengan khawatir akibat Covid-19, yang saat itu petugas medis telah mengenakan APD lengkap. Dirinya pun sama sekali tak ada gejala Covid-19. Dengan kondisi yang sakit Gusti Ayu harus kembali kerumah bersama suami dan ibunya untuk mengganti pembalut yang telah penuh cairan lendir dan darah.
Lalu Gusti Ayu dan keluarga melakukan rapid tes di Puskesmas Pagesangan. Di sana Ia pun sempat masuk ke ruang bersalin Puskesmas dan memohon agar diperiksa kondisi kandungannya karena banyak cairan disertai darah yang keluar.
Dan perlakuan yang sama dilakukan petugas puskesmas untuk melakukan rapid tes dulu, dan disuruh mengikuti antrean dalam kondisi yang semakin lemah.
Dengan desakan sang suami karena akan melahirkan, baru petugas mengizinkan daftar lebih dulu tanpa ikut dalam antrean penanganan rapid tes dan diminta tunggu 30 menit untuk hasilnya.
Dengan kondisi yang lemah Gusti Ayu merasakan kesakitan yang luar biasa, bahkan sempat minta tolong pada dokter di ruang bersalin puskesmas agar bisa melihat kondisi kandungannya.
Dengan enteng dokter mengatakan belum waktunya dan Ia harus menunggu hasil rapid tes dulu. Karena sakit dan panik dan harus mengganti pembalut berkali-kali karena darah dan cairan, Ia menyuruh ibunya untuk menunggu hasil rapid tes di Puskesmas Pagesangan. Walaupun pihak keluarga sudah memohon minta surat rujukan ke puskesmas agar Gusti Ayu bisa ditangani di RSAD, namun petugas enggan mengeluarkannya karena Gusti Ayu tidak berada di tempat karena pulang untuk mengganti pembalut yang penuh darah dan cairan.
Dengan berbekal surat rapid tes dari puskesmas, pihak keluarga memilih membawanya ke rumah sakit swasta Permata Hati. Lagi-lagi hal yang sama rapid tes dari puskesmas tidak diakui karena tidak ada stik rapid tesnya. Akhirnya, rapid tes kembali dilakukan di RS Permata Hati. Setelah melewati rintangan yang begitu tidak layak untuk keadaan emergency, akhirnya Ia mengikuti pemeriksaan detak jantung bayi yang pada awalnya detak jantung bayi dikatakan lemah, tapi akhirnya kembali normal.
Sesaat Gusti Ayu merasa lega dan bersiap diri untuk menjalani persalinan secara operasi caesar, namun kondisi bayi yang sempat disiapkan nama Made Arsya Prasetya Jaya tidak tertolong. (Ray)